Jembatan Emas
Kami mendengar suara,
dersik dari masa yang terhempas waktu
berhembus diantara senandika haru
bergulir pada relung hati dan jiwa yang beku
tercerai dari catatan sejarah secara paksa.
Semua untuk semua,
sampai saat itu tiba menyentuh ujung masa
masa dimana sekalian kita memilih arah
dari persimpangan akhir jembatan emas
kearah damai atau prahara.
Demokrasi
Kami menikmati bicara,
bicara tentang masa yang berselimut debu
dalam secangkir kopi dan hingar bingar
berhembus dari dalam kedai dan rumah
tak terburu waktu tanpa desing peluru.
Lakon dalam belantara senayan itu,
menari dalam bentuk rupa aneka
representasi kami yang memilih dan memainkannya
kala mereka lepas dari jerat kuasa kami
kala itu juga tersentak rasa tergores asa
hingga manifestasi tangis kami melekat pada layar dan jalan kota.
Prahara
Kami menyaksikan tragedi,
lakon sengkuni dalam barisan drama
menyelinap pada sela-sela nurani
pada derap langkah-langkah suci bestari
menodai khidmat sukacita dengan mantra-mantra politisi.
Api membuncah diantara anak jaman,
berlarian dalam permainan kata dan ikatan
menggila sebagai bidak catur berserakan
dilempar pada sekam dibawa berlari
lalu tersadar didasar senja, kala masa tak dapat kembali.
Indra Rahadian
Batam, Oktober 2020
Kbbi ;
senandika/se*nan*di*ka/ n wacana seorang tokoh dalam karya susastra dengan dirinya sendiri di dalam drama yang dipakai untuk mengungkapkan perasaan, firasat, konflik batin yang paling dalam dari tokoh tersebut, atau untuk menyajikan informasi yang diperlukan pembaca atau pendengar.