Masa cepat berlalu, manusia itu mendapatkan pasangan, kembali dahan si pohon besar dipotong untuk memperbesar rumah, yang kini terisi dengan tawa dan canda, si pohon besar pun ikut bahagia.
****
Tahun berganti, anak manusia lahir dengan jenaka, kaki-kaki mungil berlarian dibawah pohon besar, bermain dengan riang gembira, semakin lama anak manusia semakin besar, dahan si pohon besar pun kembali dipotong, membuat rumah yang lebih besar, untuk anak manusia yang beranjak dewasa.
Dahan-dahan muda tumbuh lambat, si pohon besar tak lagi rindang, dedaunan tak ada tempat bersandar, ranting-ranting hanya sedikit yang terlihat.
Hingga suatu ketika, prak.. prak..prak, terdengar anak manusia mengayunkan kampak, hingga tak lama kemudian, si pohon besar sudah terbaring di tanah, tumbang tak berdaya, membuat rerumputan liar di sekitarnya menangis dan meratap kehilangan.
"Si pohon besar sudah tiada, celakalah manusia yang tak tahu membalas jasa". Ratap rerumputan.
"Jika bencana datang atas ketiadaanmu hai pohon besar, akulah saksi yang menyimpan kisahmu". Ujar rerumputan mengakhiri ratapannya.
Di atas bukit tak ada lagi si pohon besar, berganti rumah-rumah berhimpitan, berdesakan, tak ada pohon lain yang ditanam, panas terik dan hujan terlindung atap.
Hingga hujan lebat berkepanjangan, tak ada lagi akar si pohon besar sebagai penahan, tibalah longsor melanda.
Kemudian musim panas berkepanjangan, tak ada lagi akar si pohon besar, yang menyimpan air barang setetes didalam tanah, hingga bukit mengering, dan rerumputan terbakar tak menunggu lama.
Bencana silih berganti datang melanda, namun tak pernah ada manusia yang mau bertanya, pada rumput yang bergoyang.
*Alternatif Dongeng anak sebelum tidur
*Closing Terinspirasi dari Lagu (Berita Kepada Kawan - Ebiet G Ade).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H