Parabel tentang orang buta dan seekor gajah tentunya berasal dari tempat gajah biasa ditemukan, di Wikipedia disebutkan bahwa parabel ini berasal dari India. Parabel ini dikenal luas di dunia dan banyak versi yang berkembang. Demikian pula di Kompasiana, parabel ini telah diceritakan berulang-ulang, baik sebagai kutipan dalam artikel yang lebih besar maupun diceritakan sebagai parabelnya sendiri. Yang saya tuliskan kali ini adalah parabel berjudul, bukan tiga, tapi Enam Orang Buta dan Seekor Gajah dengan sedikit twist versi saya.
Dikisahkan enam orang buta yang belum pernah melihat gajah sedang duduk di teras sebuah panti tuna netra. Salah seorang di antara mereka sedang membaca sebuah majalah yang ditulis dengan huruf braille. Di majalah itu ia menemukan sebuah artikel tentang peresmian wahana gajah tunggang di kebun binatang kota mereka. Mereka pun berdiskusi dan menemukan bahwa tidak ada seorang pun di antara mereka yang mengetahui apa itu gajah. Didorong oleh rasa ingin tahu, mereka pun lalu memutuskan untuk pergi mencari gajah di kebun binatang.
Singkat cerita, mereka pun tiba di kebun binatang dan langsung menuju wahana gajah tunggang. Pawang gajah sebenarnya tidak senang melihat keenam orang buta yang datang meminta izin untuk memegang gajah secara gratisan. Tetapi karena keenam orang buta itu mendesak terus, akhirnya sang pawang dengan enggan memberi izin kepada mereka dengan syarat orang-orang buta itu hanya boleh menyentuh gajah satu kali saja. Orang buta satu memegang ekor gajah, orang buta dua memegang perut gajah, orang buta tiga memegang kaki gajah, orang buta empat memegang telinga gajah, orang buta lima memegang gading gajah, sedangkan orang buta enam memegang belalai gajah.
Setelah mereka selesai memegang gajah, sang pawang membawa keenam orang buta itu ke luar arena. Di pinggir arena keenam orang buta mulai berdiskusi. Orang buta satu yang memegang ekor gajah berkata bahwa gajah itu seperti tali, panjang lentur dalam genggaman. Orang buta dua yang memegang perut gajah berkata bahwa gajah itu seperti tembok, lebar kokoh. Orang buta tiga yang memegang kaki berkata bahwa gajah itu seperti pohon, tegak melingkar. Orang buta empat yang memegang telinga berkata bahwa gajah itu seperti kipas, lebar mengibaskan angin. Orang buta lima yang memegang gading berkata bahwa gajah itu seperti tombak, ujungnya runcing. Orang buta enam yang memegang belalai berkata bahwa gajah itu seperti ular, membelit-belit. Dan keenam orang buta itu pun mulai bertengkar.
Pawang gajah diam-diam mendengarkan pertengkaran orang-orang buta itu dan tertawa dalam hati. Kemudian niat jahil muncul di benaknya. Ditegurnyalah keenam orang buta itu. Kemudian dia berkata bahwa gajah adalah hewan yang tingginya empat rentangan tangan, di kepalanya ada dua tanduk kecil, bulu matanya lentik, lehernya jenjang menjulang panjang, bulunya bercorak totol-totol cokelat, kakinya panjang dan ramping, dan ekornya panjang seperti tali. Pawang yang jahil mendeskripsikan jerapah.
Orang buta satu langsung setuju dengan penuturan tersebut, karena dia yakin dia telah memegang ekor yang panjang seperti tali. Orang buta dua ragu-ragu kemudian membuang persepsi temboknya dan percaya akan deskripsi gajah sebagai jerapah. Orang buta tiga menerima deskripsi gajah sebagai jerapah, tetapi dengan kaki yang seperti pohon. Orang buta empat marah-marah kemudian membuang persepsinya tentang gajah dan tidak mau percaya akan keberadaan gajah. Orang buta lima memilih menggabungkan persepsi empirik teman-temannya sehingga mendapatkan citra gajah sebagai hewan yang merupakan gabungan dari ular, tombak, kipas, pohon, tembok dan tali. Sedangkan orang buta enam hanya bisa yakin bahwa salah satu bagian dari gajah berbentuk seperti ular, tetapi dia tidak mau menerima penjelasan pawang. Orang buta enam berharap mudah-mudahan suatu hari nanti ia mendapat kesempatan lain untuk menyentuh bagian lain dari gajah.
Gambar: dimodifikasi dari Mary Baker Eddy Illustrated Quotes
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI