Mohon tunggu...
INDRA WAHYU BINTORO
INDRA WAHYU BINTORO Mohon Tunggu... -

Pencinta Demokrasi Partisipasi Modern Indonesia, menyukai ekonomi politik, isu penegakan hukum, kebijakan dan pelayanan publik.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Antara SBY, BBM dan Rakyat

14 Juli 2011   05:58 Diperbarui: 26 Juni 2015   03:41 308
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik


Terdengar dari beberapa media massa yang mulai memberitakan tentang rencana kenaikan harga BBM. Sekali lagi pemerintah selalu menyuguhkan alasan yang sama dari setiap kenaikan BBM yakni mengenai subsidi. Kenaikan harga minyak di Internasional membuat subsidi yang harus dikeluarkan pemerintah semakin besar atau dengan kata lain subsidi BBM akan menjadi beban APBN 2011/2012. Hal ini tentu saja menjadi berita yang menarik karena saat-saat ini parlemen sedang menggodok UU APBN. Sebenarnya apa yang terjadi?

Orba, biang kerok kegagalan Negara!
Sejak Indonesia dibawah rezim orde baru nampak sekali bahwa rezim orde baru adalah rezim yang ramah terhadap kepetingan asing. UU No. 1/1967 tentang Penanaman Modal adalah "wellcome package" bagi kepentingan kapitalisme internasional. UU tersebut menjadi daya tarik kapitalisme internasional untuk 'mencicipi' SDA dan potensi ekonomi di Indonesia. Sejak saat itulah ketergantungan terhadap asing menjadi semakin menjadi dan pembentukan IGGI sebagai " badan utang indonesia" semakin menjerumuskan Indonesia dalam jebakan hutang luar negeri yang semakin menjadi. Sampai dengan kegagalan resep ekonomi ala ORBA yang juga diikuti oleh hancurnya rezim Suharto, tidak serta merta membawa Indonesia keluar dari jerat kapitalisme internasional. Disaat menjelang turun dari takhta, Suharto menandatangani Letter of Intents (LoI) dengan IMF guna kepentingan pencairan hutang untuk menanggung beban anggaran akibat dampak krisis ekonomi tahun 1997.
Jelas sejak itu Indonesia semakin patuh terhadap komando IMF yang merupakan agen dari neoliberalisme. Kenapa seperti itu? secara substansi LoI Indonesia IMF tersebut beragendakan privatisasi, deregulasi, pencabutan subsidi. Inilah bukti nyata bahwa "nyawa" IMF sama dengan "nyawa" neoliberalisme.

Selamat datang reformasi, selamat jalan kesejahteraan rakyat.
Walau Indonesia sudah masuk dalam era reformasi bukan berarti rezim pengganti adalah rezim pro rakyat. Semua adalah pengamal taat ekonomi neoliberal dimana privatisai, deregulasi dan pencabutan subsidi selalu menjadi topik terhangat dalam setiap rezim berdiri. Bahkan nampak sekali paska reformasi dibawah rezim rezim yang katanya pro reformasi, agenda neoliberalisme malah semakin rajin dilakukan. UU No. 19 tahun 2003 tentang BUMN. UU ini hanya menjadi legalisasi terhadap obral aset kekayaan negara dalam bentuk BUMN yg diprivatisasi. Nampak juga pencabutan Subsidi yang semakin nyata,privatisasi menggila dan deregulasi yg ramah modal asing diterapkan Mulai dari Megawati sampai dengan SBY yang juga konsisten sebagai agen dari Neoliberalisme itu sendiri dan semua berwatak SAMA.

BBM, sebuah komoditas yang mahal secara politik.
Tak hayal lagi, kenaikan BBM selalu menjadi sebuah ketakutan politik tersendiri bagi sebuah rezim, karena kenaikan BBM akan menjadi sebuah pekerjaan dimana rezim harus memadamkan perlawanan dan gelombang aksi. Dari sifat aksi massa yang lemah dan hanya bersandar kepada ekonomisme gerakan, maka SBY pun mulai memoles "suap" kepada rakyat pada tahun 2005 dengan memberikan program pengalihan subsidi dalam beberapa bentuk, misal beasiswa kompensasi BBM, termasuk bagi bagi 100 ribu rupiah per tiga bulan sekali. Adapun yang ingin ditekankan disini adalah kenaikan BBM menjadi harga yang mahal dan gejolak politik di Indonesia.
Bagi gerakan sendiri, kenaikan BBM menjadi sebuah memontum untuk kembali "meramaikan" lagi jalanan dan meneriakan tuntutan untuk batalkan kenaikan harga BBM, walau bebarapa gerakan lain beranggapan bahwa tidak cukup hanya dengan menurunkan harga BBM, namun mengganti pemerintahan yg berkarakter kerakyatan, demokratis dan mampu melaksanakan agenda agenda kerakyatan secara konsekuen. Karena bersifat momentum, kenaikan harga BBM tidak bisa sembarang lewat begitu saja, hal ini harus dijadikan waktu yang tepat untuk mengajarkan kepada rakyat sebuah pendidikan politik langsung walau hanya pada tataran ekonomisme. Pendidikan politik untuk tidak mempercayai pemerintah dan rahim rezim Ademokrasi, yakni PEMILU. Dalam proses, rakyat pasti akan mencari Politik alternatif sebagai bentuk kebuntuan terhadap 'sajian politik' borjuasi yang memang sudah basi.

Pencabutan Subsidi, itu kata Rezim.
Rakyat sudah cerdas dan bahkan mampu menghafal alasan klise pemerintah untuk menaikan harga BBM, yakni SUBSIDI. Kenaikan harga minyak internasional memaksa pemerintah Indonesia utk memberikan subsidi lebih kepada harga minyak di domestik. Ekonomi borjuis selalu bilang, jika harga BBM tidak dinaikan maka APBN akan jebol hanya gara gara mensubsidi harga BBM di domestik. APBN akan defisit, negara akan tekor, itulah kata kata ekonomi borjuis. Jika ditilik lebih lanjut lagi, APBN defisit itu adalah skema baku dari kapitalisme internasional dengan kata lain memang oleh mafia berkeley Indonesia saat ini, APBN dibuat defisit karena dengan "mendefisitkan" APBN maka Indonesia akan semakin jauh dalam mekanisme "Debt trap". Indonesia akan terbelit utang luar negeri, dan tak heran lagi saat ini hutang luar negeri Indonesia semakin meningkat. Ya, hutang luar negeri Indonesia saat ini meningkat! Debt trap yang semakin membuat kapitalisme internasional semakin leluasa menitipkan pesan ekonomi politik ke rezim karena hutan luar negeri itu adalah bersyarat. Contoh, hutang Luar negeri Indonesia yang dicairkan oleh IMF, Indonesia harus menandatangani Letter Of Intents dimana Indonesia harus melakukan persayarat-persyaratan dimana esensinya adalah agenda neoliberalisme.
Jadi sebenarnya penghapusan subsidi itu dari mana dan untuk siapa ?

Disisi lain, jika kita melihat, ketaatan rezim terhadap kapitalisme global semakin nyata. Pembayaran hutang dan bunga selalu rajin dibayarkan, bahkan utk membayar hutang luar negeri besarnya bisa sampai 25 % dari APBN. Seperempat total APBN yang seharusnya utk kepentingan rakyat hanya utk membayar hutang luar negeri. Artinya, pencabutan SUBSIDI digalakan dan Membayar hutang luar negeri dari APBN lebih digiatkan!
Cukup untuk menilai, dimana letak keberpihakan rezim! Efek domino dari kenaikan harga BBM adalah jelas, dari mulai inflasi, kenaikan sembako, yg ujungnya adalah rakyat akan semakin terpuruk. Belum lagi jika kondisi rakyat tersebut dikaitkan dengan Upah Minumum, jelas akan semakin jauh untuk berbicara ttg rakyat yang sejahtera.

Batalkan Rencana Kenaikan harga BBM !
Hapus hutang luar negeri parasit ekonomi nasional !

Semarang, 14 Juli 2011

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun