Kata orang yang sering saya baca di Blog blog travel, gampang sekali mencari tempat yang namanya Muara Angke. Tinggal jalan menuju ke arah Pluit, kalo dah mulai kecium bau bangke ikan campur air got sama ikan asin bercampur bau rendeman baju satu minggu berarti dah deket ke Pelabuhan Muara Angke. Dan ternyata benar sekali apa yang saya baca. Muara angke terlihat sangat becek dan kotor sekali. Tumpukan-tumpukan sampah bercampur bangke ikan terlihat dimana-mana. Â Aroma aneh yang menyengat hidung menembus ke paru-paru sudah tercium dari radius beberapa meter dari kejauhan. Dan parahnya saya harus menunggu teman satu travel untuk berangkat ke Pulau Pari di SPBU yang berada persis disebelah pasar ikan Muara Angke. Cetar membahana sekali pagi itu :)
Sempat jiper juga melihat kapal kayu tua yang akan membawa saya berlayar menuju Pulau Pari di Kepulauan Seribu. Saya yakin usianya lebih tua dari saya. Kapal kayu yang tidak begitu besar berlantai dua dengan terpal seadanya sebagai penutupnya. Walau demikian kapal ini menyediakan jaket pelampung lusuh yang saya perkirakan jumlahnya tidak sebanding dengan penumpang yang akan diangkutnya. Tentunya hal ini sudah saya antisipasi sebelumnya dengan membawa pelampung sendiri daru rumah hehehe. Pagi itu kapal sudah penuh sesak dengan penumpang. Dempet-dempetan kayak ikan sarden. Lebih mirip imigran gelap yang minta suaka ke negeri lain ketimbang perjalanan piknik.. ya begitulah ada harga, ada mutu. Mau yang lebih mewah bisa gunakan jasa speed boat via Marina Ancol dengan merogoh kocek kurang lebih 200 ribuan untuk sekali jalan. Gak gak gak kuat gak gak kuat kata nya 7 Icon :)
Pemandangan yang sungguh mengerikan melihat keadaan perairan teluk Jakarta sekitar Muara Angke. Perairan Muara Angke tak ubahnya seperti tong sampah raksasa yang tiap harinya siap menampung sampah-sampah warga Jakarta. Air yang Berwarna coklat pekat dengan kilauan limbah oil serta sampah-sampah rumah tangga mulai dari styrofoam, botol mineral, bungkus mie instant sampai celana dalam menari-nari mengambang di Muara Angke. Sungguh keadaan yang ironis mengingat Pelabuhan Muara Angke salah satu akses tempat masuknya turis-turis yang ingin ke Kepulauan Seribu. Hhmm… *mengelus dada…..Semakin jauh meninggalkan perairan Muara Angke, keadaan mulai bersahabat dengan penglihatan saya dimana sampah-sampah tidak begitu nampak lagi mengganggu pemandangan saya. Air berwarna biru khas laut, gugusan pulau-pulau, burung yang menyambar ikan menemani perjalanan saya pagi itu. Ombak laut yang membuat kapal goyang ke kanan dan kekiri menambah gairah saya untuk tetap terjaga menikmati ciptaan Tuhan yang begitu mengagumkan ini. Kesan pertama melihat pulau ini adalah sebuah pulau yang bersih dengan Pantai yang landai tanpa gelombang, tidak begitu ramai dan bebas polusi. Memang sebuah pilihan yang tepat menjadikan Pulau Pari sebagai tujuan tempat liburan.Penduduk Pulau Pari sangatwelcomesekali dengan wisatawan-wisatawan yang datang. Mereka sangat ramah-ramah. Bibir yang mengembang dengan ikhlas selalu saya temui sepanjang saya berjalan-jalan di Pulau Pari, baik itu orang tua, pemuda bahkan anak kecil sekalipun. Dari pengamatan saya, sebagian besar penduduk disini menggantungkan mata pencahariannya dari sektor pariwisata. Ada yang menyewakan homestay, sewa alat-alat Snorkling, Jadiguidelokal, menyewakan kapal dan sebagainya.
Oktober 2012
*Semua foto-foto diatas adalah dokumentasi pribadi penulis
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H