Mohon tunggu...
Galih Prasetyo
Galih Prasetyo Mohon Tunggu... Lainnya - pembaca

literasi

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Saat Emak-Emak Jadi Tameng Pencegah Kekerasan di Sepak Bola Brasil

7 Juni 2023   10:35 Diperbarui: 7 Juni 2023   17:00 884
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pertandingan sepak bola tak hanya jadi ajang hiburan, namun juga jadi arena bentrok berdarah antara suporter.

Tak hanya di Indonesia, di negara kawasan Amerika Selatan seperti Argentina dan Brasil kerap muncul pemberitaan bentrok berdarah antara suporter di pertandingan sepak bola.

Banyak cara dilakukan otoritas terkait agar bentrok berdarah tak lagi terjadi di pertandingan sepak bola. Di Inggris misalnya era kepemimpinan PM Margaret Thatcher terapkan aturan keras agar tragedi berdarah tak terjadi di sepak bola.

Berlatara belakang tragedi Heysel, si Iron Lady itu kemudian membentuk Kabinet Perang agar meredam aksi kekerasan di lingkup sepak bola.

Sosok di Kabinet Perang ini kemudian mencari akar masalah munculnya gesekan di lingkungan sepak bola. Analisis sosial budaya dipilih untuk membedah permasalahan pelik ini.

Ialah Menteri Dalam Negeri Inggris, Douglas Hurd membuat penelitian faktor-faktor penyebab suporter bisa bentrok yang berujung kehilangan nyawa. Sejumlah faktor terkuak mulai dari peredaran miras, kemunculan kelompol kriminal kelas teri hingga munculnya fenomena mod dan rocker serta punk di kawasan urban Inggris.

Untuk atasi masalah tersebut, Hurd kemudian mengajukan draft undang-undang yang berizi aturan ketat terkait tuntutan hukuman berat kepada suporter pelaku kerusuhan. Aturan ini memungkinkan aparat kepolisian bergerak cepat saat bentrok terjadi dan menutut pelaku dengan hukuma berat.

Namun meski pada akhirnya aturan tersebut diloloskan oleh parlemen Inggris, sepak bola di negara itu tak sepenuhnya lepas dari momok menakutkan bentrok antar suporter.

Sepak Bola Brasil dan Kekerasan

Salah satu negara sepak bola yang juga berkutat dengan bentrok antara suporter adalah Brasil. Pemilik terbanyak gelar Piala Dunia itu dihadapkan pada situasi pelik kekerasan suporter yang selalu terjadi.

Episode kekerasan di sepak bola Brasil terjadi tak hanya pada laga di kompetisi teratas namun juga di level bawah. Bahkan pada Maret 2020, dalam kurun waktu tiga hari, terdapat bentrok berdarah yang libatkan suporter empat klub.

Bentrok di sepak bola Brasil bak perang antar gangster narkotika. Pada Maret 2020, bus klub Bahia tiba-tiba diserang oleh kelompok suporter Sampaio Correa.

Tak main-main para pelaku menyerang bus tersebut dengan batu dan alat peledak. Akibatnya pelatih dan sejumlah pemain Bahia alami luka-luka, termasuk kiper Danilo Fernandes yang alami luka di bagian dengkul akibat pecahan kaca.

Di hari yang sama insiden pelemparan bom ke bus Bahia, insiden serupa dialami oleh bus tim Nautico. Suporter yang tak puas melempari mereka dengan batu.

Kekerasan di sepak bola Brasil seakan menjadi hal biasa. Kiper asal Paraguay, Mathias Villasanti masih di Maret 2020 alami kejadian miris. Ia dilempar batu oleh suporter lawan dan alami gegar otak.

Segala cara coba diupayakan oleh otoritas terkait agar hal seperti itu tak lagi terjadi di Brasil, tidak hanya polisi para pemain ini kerap memberikan pesan agar kekerasan dihindari.

"Saya di sini untuk tunjukkan kemarahan kami pada situasi ini. Kita semua harus bergabung untuk perangi kekerasan dalam sepak bola," ungkap eks pemain Chelsea Willian seperti dilansir dari Goal.

Budaya Kekerasan dan Solusi Pencegahan

Sosiolog Brasil Mauricio Murad dalam penelitian soal kekerasan suporter dan kematian di sepak bola mengungkapkan bahwa ada campur tangan kelompok gangster dalam masalah sosial ini.

"Mereka memang minoritas, hanya 5 sampai 10 persen, tapi minoritas yang berbahaya dan memprihatinkan, karena mereka punya senjata, dilatih dan diorganisir untuk melakukan kekerasan," ungkap Murad.

Pada 2014, terdapat 19 kasus kematian dan 132 orang lainnya luka-luka akibat bentrok antar suporter di Brasil.

Kelompok gangster yang dimaksud Murad contohnya adalah pelaku pengeboman bus Bahia yakni Bamor Bahia yang berafiliasi dengan gembong narkoba lokal.

Tak hanya Bamor Bahia, ada juga Mancha Alviverde dari klub Palmeiras yang juga berafiliasi dengan kelompok sipil bersenjata di Brasil. Kelompok Mancha juga kerap tonjolkan kekerasan saat mendukung Palmeiras.

Kelompok ini pernah menembak mati suporter Palmeiras lain berumur 40 tahun di luar Allianz Par Klub tanpa alasan jelas.

Seperti disebut di atas, bentrok antar suporter tak hanya terjadi di kompetisi teratas namun juga di level bawah, seperti bentrok menahun antar suporter Sport Recife vs Nautico.

Di Brasil pertemuan dua klub ini dikenal dengan sebutan Classico dos Classicos. Laga ini paling rentan munculnya bentrok berdarah di sepak bola.

Pada 2013 seperti disadur dari cuitan akun @garistengah_id, terdapat 10 insiden di laga kedua tim, angkat ini meningkat setahun kemudian dengan ada 13 bentrok suporter.

Segala cara diupayakan agar bentrok di laga Recife vs Nautico tak terjadi namun tetap saja pecah. Sampai akhirnya muncul ide dari agensi olahraga dengan menempatkan ibu-ibu sebagai secuirty guard.

Ya, emak-emak coba jadi solusi untuk tameng pencegah bentrok suporter. Program tak biasa ini bernama Security Moms.

Program ini menekankan agar tercipta kesadaran dari suporter menjauhi kekerasan saat berada di stadion sepak bola. Program ini libatkan 30an emak-emak dari anggota hooligan dua klub tersebut.

Tugas mereka tentu saja untuk mengamankan pertandingan. Sebelum terjun ke lapangan, ras terkuat di muka bumi ini diberi pelatihan dasar pengamanan dari aparat kepolisian Brasil.

Saat pertandingan Recife vs Nautico digelar pada layar besar stadion diinformasikan para emak-emak ini yang jadi security guard.

"Untuk membedakan dengan petugas biasa, para ibu diberikan rompi orange yang bertuliskan "Segurana me" yang berarti "security moms" dalam bahasa Portugis," cuit akun @garistengah_id

Lantas apakah program ini kemudian berhasil? Faktanya cara ini cukup ampuh. Saat pertandingan kedua tim tidak terjadi bentrok antar suporter yang tercipta, padahal saat ini salah satu tim alami kekalahan.

Pada momen laga itu, terlihat seorang suporter tampak memeluk erat Security Moms saat laga tengah berlangsung dan mendapat tepuk tangan dari suporter lain.

Meski belum mendapat hasil maksimal, menghilangkan kekerasan dari sepak bola, cara ini bisa jadi alternatif menekan gesekan antara suporter. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun