Episode kekerasan di sepak bola Brasil terjadi tak hanya pada laga di kompetisi teratas namun juga di level bawah. Bahkan pada Maret 2020, dalam kurun waktu tiga hari, terdapat bentrok berdarah yang libatkan suporter empat klub.
Bentrok di sepak bola Brasil bak perang antar gangster narkotika. Pada Maret 2020, bus klub Bahia tiba-tiba diserang oleh kelompok suporter Sampaio Correa.
Tak main-main para pelaku menyerang bus tersebut dengan batu dan alat peledak. Akibatnya pelatih dan sejumlah pemain Bahia alami luka-luka, termasuk kiper Danilo Fernandes yang alami luka di bagian dengkul akibat pecahan kaca.
Di hari yang sama insiden pelemparan bom ke bus Bahia, insiden serupa dialami oleh bus tim Nautico. Suporter yang tak puas melempari mereka dengan batu.
Kekerasan di sepak bola Brasil seakan menjadi hal biasa. Kiper asal Paraguay, Mathias Villasanti masih di Maret 2020 alami kejadian miris. Ia dilempar batu oleh suporter lawan dan alami gegar otak.
Segala cara coba diupayakan oleh otoritas terkait agar hal seperti itu tak lagi terjadi di Brasil, tidak hanya polisi para pemain ini kerap memberikan pesan agar kekerasan dihindari.
"Saya di sini untuk tunjukkan kemarahan kami pada situasi ini. Kita semua harus bergabung untuk perangi kekerasan dalam sepak bola," ungkap eks pemain Chelsea Willian seperti dilansir dari Goal.
Budaya Kekerasan dan Solusi Pencegahan
Sosiolog Brasil Mauricio Murad dalam penelitian soal kekerasan suporter dan kematian di sepak bola mengungkapkan bahwa ada campur tangan kelompok gangster dalam masalah sosial ini.
"Mereka memang minoritas, hanya 5 sampai 10 persen, tapi minoritas yang berbahaya dan memprihatinkan, karena mereka punya senjata, dilatih dan diorganisir untuk melakukan kekerasan," ungkap Murad.
Pada 2014, terdapat 19 kasus kematian dan 132 orang lainnya luka-luka akibat bentrok antar suporter di Brasil.