Nama pebasket asal Amerika Serikat, Bilqis Abdul Qaadir mungkin terdengar asing. Ia adalah salah satu pejuang dari kancah bola basket yang ingin mengubah aturan federasi Basket dunia, FIBA tentang larangan mengenakan penutup kepala atau hijab bagi pebasket perempuan.
Aksi memperjuangkan apa yang menjadi keyakinannya sebagai orang Islam menjadikan dirinya menjadi inspirasi bagi banyak atlet berhijab lainnya. Bilqis merupakan pencetak poin terbanyak saat masih bermain di Massachusetts, torehan itu membuatnya mengejar cita-cita untuk jadi pebasket profesional.
Tawaran itu hadir setelah Bilqis sempat bermain untuk Universitas Memphis, sebelum lulus dari kampus tersebut pada 2012/13, Bilqis sempat semusim membela Indiana State University dengan status sebagai mahasiswa pascasarjana kampus tersebut.Â
Sayangnya kariernya untuk melangkah sebagai pebasket profesional terhalang aturan yang sudah 20 tahun diterapkan FIBA soal penutup kepala.
Di aturan FIBA sendiri pada pasal 4 tentang Tim, poin 4.4 tentang Perlengkapan Lainnya tertulis, "4.4.2. pemain tidak boleh memakai perlengkapan (benda-benda) yang dapat menyebabkan pemain lain cedera, antara lain tutup kepala, aksesoris rambut dan perhiasan."
Bilqis tak menyerah begitu saja, dengan cara yang lebih elok dan edukatif, hampir dua tahun ke belakang sejak ia lulus dari Universitas Memphis, Bilqis selalu vokal untuk menyuarakan pencabutan larangan FIBA soal penutup kepala. Perjuangannya Bilqis menginspirasi hadirnya film berjudul Life Without Basketball.Â
Film ini mengkisahkan bagaimana Bilqis berusaha mendorong gerakan yang lebih masif di seluruh dunia agar aturan tersebut tidak membuat pebasket perempuan yang berjilbab harus kehilangan impian mereka.
Kontroversi mengenai aturan penutup kepala di dunia bola basket memang jadi buah bibir berkat perjuangan dari Bilqis. Aksi tak kenal menyerah dari Bilqis agar aturan tersebut dicabut menginspirasi atler muslim lainnya di seluruh dunia, salah satunya Raisa Aribatul Hamidah.
Raisa pada 2016 membuat petisi agar aturan tersebut dicabut. Lewat situs Change.org, Raisa membuat sebuah petisi untuk FIBA agar menghapus larangan pemakaian jilbab di dunia basket internasional.
"Olahraga adalah kebutuhan, olahraga adalah hak semua orang, tidak mengenal batasan usia, latar belakang, budaya, ataupun agama. Olahraga adalah untuk semua," kata Raisa.
Kembali ke film Bilqis, Life Without Basketball, film ini sendiri diproduksi oleh rumah produksi Pixel Pictura. Proses pembuatana film dokumenter ini hampir 4 tahun.Â
Jon Mercer selaku co directors film ini berusaha menggali lebih dalam soal keyakinan Bilqis untuk mempertahankan keimanannya sebagai wanita muslim.
Film yang rencananya akan rilis pada 10 November 2018 di Festival Film Amerika Serikat, DOC NYC ini mengajarkan kepada kita bahwa perjuangan untuk mempertahankan apa yang menurut kita benar, tidakmelulu dengan cara-cara tak elok.Â
Bilqis paham betul bahwa perjuangannya untuk mengubah aturan FIBA akan membuatnya harus kehilangan impian untuk jadi pebasket profesional, namun hal itu tak menyurutkannya.
Alih-alih menyerah atau hidup dalam makian karena keimanannya terusik, Bilqis terus berusaha untuk mengkampanyekan penolakan aturan pemakaian hijab di lapangan basket.Â
"Saya seorang Muslim dan saya pikir setiap orang harus memiliki hak untuk menggunakna itu (hijab)," kata pebasket Denver Nuggets, Kenneth Faried yang mendukung perjuangan Bilqis.
Perjuangan Bilqis tidak sampai harus demo berjilid-jilid, Bilqis dalam trailler film ini mengkampanyekan penolakan aturan tersebut dengan terus mendatangi banyak komunitas di Amerika Serikat dan menyuarakan kegelisahannya sembari terus bermain basket.
Perjuangannya yang konsisten ini membuat Bilqis sempat diundang ke Gedung Putih dan bertemu dengan Barack Obama. Bilqis diundang berbuka puasa bersama saat itu. Obama menyebut sosok Bilqis tidak hanya menginspirasi para muslimah melainkan inspirasi bagi siapa pun di dunia ini.
Kampanye elok dan sangat edukatif dari Bilqis ini kemudian membuat FIBA meninjau ulang aturan mereka, terutama karena kampanye itu semakin meluas.Â
FIBA pada 2017 lalu telah mengubah aturan soal penutup kepala dan sudah mengizinkannya di pertandingan internasional. Melalui kongres Mid-Term, 139 federasi negara-negara anggota FIBA secara mutlak sepakat mengubah aturan larangan tersebut.
Perjuangan Bilqis untuk menjadikan basket sebagai olahraga untuk semua kalangan tak terhalang aturan diksriminatif tercapai. Tak ada lagi yang bisa menghalangi seseorang untuk bermain dan berprestasi di lapangan basket, apapun agama, warna kulit, dan latar belakangnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H