INDONESIA JANGAN TERJAJAH LAGI
Sekarang harga kebutuhan pokok melampaui pendapatan rakyat umum. IDR yang didapat di setiap bulan tidak mampu mengejar kenaikan harga barang pokok.
Dampak ini bersusun-susun, rakyat tidak mampu membeli, maka produsen pun menjadi sesak nafas. Barang dijual murah tidak bisa menutupi biaya produksi, dijual mahal juga tidak bisa laku. Dan di setiap sumber, setiap sisi, setiap supply, semua berikat pada satu hal, yaitu “sudah naik”. Karena naik dari sana sehingga mau tidak mau naik di sini.
Pasar hanya berputar di sedikit bagian penduduk; hanya di bagian “elit”, yang hanya di situ-situ saja; yang aktif di 25% penduduk Indonesia; yaitu mal, fastfood, investasi, high end, dan prestise; yang olehnya malah mendongkrak pelemahan nilai IDR; dan akumulasinya adalah rakyat umum yang 75% semakin tertekan. Biaya transportasi terus saja menaik, biaya material produksi semakin tinggi, ongkos produksi semakin menaik; barang dijual harus tinggi pula, lalu hebatnya selisih pendapatan semakin mengecil; kemudian untuk membesarkan hati yang sakit, maka bibir bicara ; “Survivelah”.
Lalu pemerintah melempar janji klasik dengan ringan tanpa dosa; “kita prihatin karena gejolak global mempengaruhi IDR, tapi semua itu ada dalam kendali”.
LANGKAH MENANG
75 hari lalu saya ingatkan pemerintah untuk melakukan tindakan yang ekstra kuat untuk menaikkan kembali nilai IDR.
Hanya cukup dengan menurunkan harga Premium ke IDR 6.500, lalu menetapkan Premium sebagai bahan bakar khusus untuk niaga, kendaraan berpelat kuning; dan seluruh kendaraan berpelat warna, menggunakan Pertamax.
Jika melakukan hal ini, maka jangankan Indonesia mampu menahan laju USD, bahkan Indonesia mampu dengan cepat mengembalikan IDR dibawah 10.000.
Dengan efektifnya “subsidi dihapus” dalam penggunaannya yang benar, maka penstabilan putaran ekonomi Indonesia akan menjadi berganda; karena selain pemerintah dapat mengendalikan IDR, pundi pemerintah dapat bertambah pula untuk mengelola negara.