PROTEKSI
Menimbrungi tarik-tarikan antara keinginan rakyat dan politik, dimana Presiden tidak langsung mau menetapkan begitu saja menteri dalam pemerintahannya karena persoalan ketidakbersihan calon menteri, saya memberi masukan bagi Pak Samad, Pak Busro, dan Pak Jokowi tentunya.
Penyertaan KPK dan lembaga lain yang dipercaya rakyat untuk menyelesaikan masalah korupsi di Indonesia memang satu hal yang baik dalam penseleksian orang yang benar; boleh dipahami sebagai langkah baik untuk mencegah kekeliruan beli kucing dalam karung.
MANAGEMEN RINGAN
Pak Jokowi sudah memilih calon namun KPK mewakili rakyat tentunya menolak beberapa nama yanag terduga keras menyelewengkan uang Negara. Dapat dimengerti, bisa saja mereka dalam beberapa waktu mendatang segera akan ditangkap untuk selanjutnya dilakukan proses hukumnya.
Namun saya menilai dari sisi seberang, yang tidak popular bagi umum; bahwasanya KPK seharusnya tidak perlu ragu untuk mengeksekusi orang yang bersangkutan saat ini jika dugaan bersalah terlalu kuat pada dirinya. Sebab jika yang terduga ternyata tidak demikian, bukankah KPK telah menghambat lajunya program pemerintah?
Apalagi Pak Samad sederhana saja menyatakan bahwa jika Jokowi tetap menjadikan orang itu menteri maka pemerintah tidak responsive. Kan itu mengancam Pak Jokowi dengan halus, ya Pak Samad tidak bertindak jujur begitu.
Kemudian, menurut Pak Busro, KPK tidak turut menetapkan menteri, namun keadaan sekarang bukankah jadinya cuma semacam lempar batu sembunyi tangan? Menteri yang ditunjuk presiden harus disetujui KPK lebih dulu baru boleh ditetapkan (walau tidak ada ketetapan peraturannya, dan semata-mata Pak Jokowi hanya mau menterinya aman dari aneh-aneh terutama dari keterlibatan korupsi).
Keadaan ini bagi saya (subjektif), disamping kebaikan tadi, adalah KPK tidak lagi berdiri diatas dasar untuk tujuan menyelesaikan masalah korupsi tetapi telah masuk kepada blunder tarik-menarik politik.
Sementara Jokowi sebagai presiden seharusnya juga punya cara berlapis untuk mencegah kabinetnya jatuh dalam pelanggaran hukum. Jika begini, Jokowi seperti juga model cucitangan lebih dulu, tidak mau susah untuk cari-cari cara mengatur kabinet supaya selalu bersih.
Keadaan ini juga adalah sama dengan seorang manager yang dengan gampang lempar masalah kepada anakbuah, karena ia tidak mau tanggungjawab; sebab ia sendiri tidak tahu jalankeluar bagaimana, dan ia takut dimarahi direkturnya.