Mengenal Indonesia dari luar negeri, ketika saya memperhatikan dan mengikuti proses politik di Amerika sejak tahun 2004 sampai 2009, dimana priode yang paling menarik dalam perpolitikan domestik Amerika maupun pilitik global. Dekade ini sering kali saya sebut dekade transisi demokrasi Amerika, karena tampilnya kekuatan minoritas dengan menggunakan kendaraan partai Demokrat , kemudian menghasilkan pemimpin dari kulit hitam, dimana sebelumnya belum pernah terjadi.
Dengan opini public yang begitu kencang dan kontrofersial menambah situasi seakan ditengah revolusi sedang berjalan ditengah krisi global. Indonesia salah satu objek paling miring dalam situasi ini karena Obama yang pernah tinggal di Indonesia menjadi isu paling populer setelah isu Irak. Serangan dari kubu partai republic sering kali berbau SARA seperti dipertanyakan tetang setatus keagamaan Obama ketika di Indonesia, namun dengan serangan yang berbau SARA tersebut justru memperkuat posisi Obama .
Menjadi sangat menarik pagi masyarakat internasional ketika berbicara negara Indonesia yang mana penduduk paling besar menganut agama Islam, Indonesia sering disebut negara Islam, akan tetapi media independen terus member informasi yang seimbang tentang Indonesia. Keuntungan Indonesia dalam transisi demokrasi ala Amerika ini karena dukungan media dalam memberikan informasi seimbang, salah satunya dari isu miring tentang kapasitas Indonesia dalam moderasi demokrasi dan kebebasan beragama. Diskusi yang sering menarik tentang Indonesia adalah mudah kita jumpai di Universitas luar negeri seperti Amerika yang mempunyai jurusan politik dan yang tertarik dengan hubungan luar negeri. Beberapa poin yang sering muncul tema itu seperti “meskipun Indonesia penduduknya sebagian besar beragama Islam akan tetapi bukan negara Islam bahkan tergolong negara sekuler seperti Turki” dan "Prospek Demokrasi Indonesia ".
Melihat wajah Indonesia sangat mudah ditemukan diseluruh tok-toko buku seluruh dunia bahkan di perpustakaan, baik perpustakaan umum maupun di berbagai lembaga pendidikan. Saya selalu melihat masa depan Indonesia semakin yakin akan kejayaannya. Hampir setiap ke toko buku di Amerika saya tidak lupa membaca buku-buku politik Indonesia termasuk buku biografinya Obama dimana didalamnya memuat Indonesia.
Indonesia yang belakangan ini sering menghiasi berita dunia, bukan karena kejelekannya atau isu-isu yang bias menjadi incaran aktifis HAM namun sebaliknya bahwa Indonesial kini menjadi satu dekade yang dalam istilah demografis, transisi demokrasi berjalan dengan cepat dan berbagai cara menuju negara yang demokratis telah dilakukan. Banyak kalangan yang menyebut bahwa Indonesia sudah masuk dalam percobaan demokrasi yang sangat bagus yang terbesar sejak India menjadi terbesar di dunia demokrasi di 1947 dan sekarang depegang oleh negara Indonesia. Seperti India, Indonesia telah mampu menepis tuduhan miring yang tidak berdasar dan telah menantang kesombongan dunia barat atas klaimnya sebagai negara paling demokratis, hanya bekerja di barat dan terjadi di negara-negara kaya. Indonesia dengan menunjukkan kemampuannya sebagai negara besar - kaya akan keragaman(kebinekaan) bahwa demokrasi mampu tumbuh dan berkembang di Indonesia.
Yang paling banyak kesan di benak para pengamat politik dan melihat secara langsung saat ini bahwa Indonesia yang mempunya kapasitas pemilih yang bermacam-macam etnik, agama dan juga jumlah penduduk miskin yang masih cukup tinggi secara luas telah menggunakan hak politiknya dengan terlibat langsung membuka ruang kesempatan demokrasi. Antusiasme secara etis – menggantikan posisi Indonesia termasuk negara-negara demokratis diurutan terbesar di dunia; mampu menghindari konflik dan kekerasan antar pengikut; Dan anti kekerasan-toleran dan menolak kekersan poltik termasuk menolak penyalah gunaan kekuasaan dll.
Ada beberapa yang lebih besar jika kemenangan politik mampu menjadikan perubahan yang lebih baik untuk rakyat dan demokratisasi Indonesia.
Tentu saja, tidak ada negara manapun maupun seorangpun yang dapat sungguh-sungguh percaya bahwa demokrasi mampu menghasilkan semuanya baik. Demokrasi tidak menjanjikan untuk menghapus semua atau bahkan sebagian besar masalah-masalah politik dan ekonomi. Apa lagi menuntut sebuah kesempurnaan cita-cita luhur rakyat Indonesia.
Secara umum harapan dan janji-janji demokrasi adalah: (1) kesempatan bagi warga negara untuk terbiasa memilih pemimpin yang mereka percaya mampu mengantarkan kemajuan bangsa, cerdas, mempunya jiwa nasionalisme dan mempunyai integritas yang tinggi; (2) Daulat rakyat dengan memegang kartu dalam setiap kesempatan untuk mengganti pemimpin yang gagal dalam mengatasi masalah dan memajukan negaranya dengan memilih pemimpin baru yang lebih baik, dan (3) impian dan harapan bahwa pemimpin kita terhindar dari penyalah gunaan kekuasaan.
Sebutan kata yang sering kita dengar: demokrasi adalah untuk membuat pemimpin bertanggung jawab (akuntabel). Untuk memastikan, lembaga-lembaga yang demokratis yang dapat memaksa eksekutif dan memberdayakan officeholders untuk menjelaskan/menerangkan, seperti undang-undang peradilan dan komisi anti-korupsi seperti KPK, biasanya memerlukan waktu sangat panjang dan mungkin juga secara cepat dikembangkan.
Ada beberapa kelemahan yang harus kita lihat secara jernih, seperti dalam memfungsikan lembaga demokrasi yang baru dimana kurang digunakan dengan baik . Tetapi lembaga yang membuka ruang demokrasi yang membolehkan warga negara memilih dan memberi pilihannya terhadap pemimpin yang mempunyai kekuatan uang, figure yang diciptakan media saja dan menyingkirkan pemimpin yang bersih tidak seharusnya berkembang di bawah demokrasi; rakyat seharusnya menjaga dan menegaskan demokrasi tanpa kekerasan dan politik uang.
Pertanggungjawaban elite politik maupun elit Penguasa pada pemilih harus dilakukan, demokrasi dinegara yang multicultural seperti Indonesia tidaklah sukar sebetulnya karena rakyat masih sangat kooperatif , tetapi karena elites kita kurang jujur atas pemberian kepercayaannya oleh rakyat sehingga terjadi kerenggangan komunikasi. Situasi seperti ini akan mudah dibelokkan agenda demokratisasi kita terhadap kepentingan pribadi dan kelompok tertentu yang merugikan pemilih itu sendiri dan bangsa Indonesia. Walaupun proses demokratisasi telah dikenalkan pada pemerintahan Abdurrahman Wahid, kemudian dimulainya pemilihan presiden secara langsung pada 2004, akan tetapi proses pendidikan politik tingkat bawah tidak cukup sukses. Secara umum lembaga demokrasi sedikit telah memulihkan pertanggungjawaban elites kepada pemilih meskipun belum sampai pada tingkat bawah, situasi politik nasional menjelang pemilihan presiden pada bulan Juli mendatang telah mengisyaratkan akan adanya perubahan yang tidak cukup besar. Apa lagi hasil perolehan suara signifikan yang diperoleh partai Demokrat sebesar 21% , akan mudah partai berkuasa untuk melakukan apa saja demi mempertahankan perolehan suaranya dalam pemilu legislative yang akan datang. Bergesernya suara parpol dalam pemilu kali ini tidak akan sama hasilnya dalam pemilu 2013, apalagi bangunan koalisi masih pada masalah pembagian kekuasaan ketimbang atas dasar kesamaan visi. Karena itu keseimbangan legislative dan eksekutif menjadi sangat penting untuk mengawal agenda pemerintahan baru hasil PILPRES tahun ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H