Tepat pada 14 Februari jutaan orang dimuka bumi bersolek merayakan hari kasih sayang tak terkecuali orang-orang disekililing saya yang sibuk menyiapkan kado dan reservasi tempat nongkrong untuk Valentine dinner.
Saya jadi teringat jawaban orang tua ketika saya tanya ‘”Ayah, kenapa aku gak boleh merayakan Valentine?. Bukankah mengekpresikan kasih sayang itu hal yang positif?” tanya saya ketika berusia setengah ABG.
Ada alasan yang dilontarkan dari mulut ayah saya. Meski nadanya tidak keras, tapi isi pesannya tegas. Pertama, “Nak, Valentine bukan budaya leluhur kita” jawabnya singkat. Saya pun masih belum puas dengan jawaban yang setengah ‘ngambang’ itu.
“Belajarlah sejarah Valentine. Ketahui sejarah perjalanannya dan nanti kamu akan tahu makna Valentine sesungguhnya. Agama kita tidak menurunkan perayaan itu ke umatnya,” tandasnya kembali.
Oke, saya sedikit lebih puas dengan jawaban itu. Tapi, sebagai anak Millenial yang rasa ingin tahunya tinggi, saya pun balik bertanya untuk kesekian kalinya. “Kalau dirayakan bersama keluarga, boleh donk?”
Mmmh… ayah terdiam. Senyumnya tersungging seraya berkata singkat “Yah, boleh lah. Asal jangan berlebihan!,” sarannya.
Arti “berlebihan” ini sesungguhnya masih ambigu dalam pikiran saya. Apakah “berlebihan” yang dimaksud adalah perayaan yang menghabiskan banyak duit atau ada makna lain. Tak lama saya berfikir, ayah menyambung ucapannya “Berlebihan itu… gak boleh mewah-mewah, apalagi makan makanan serba manis, minuman manis, kue manis, snack manis. Ada pahit dibalik manisnya gula, Nak! ”imbuhnya.
Ternyata ada pahit dibalik manisnya momen Valentine. Kue, makanan, minuman, camilan serba manis bisa menjadi malapetaka bagi orang-orang yang sensitif naik turun gula darahnya.
Ayah saya adalah pengidap diabetes sejak lama dan memang “anti” pesta dengan kudapan serba manis. Pola makannnya dijaga ketat, gak boleh ini, gak makan itu. Serba terkontrol pokoknya.
Dia pun menganjurkan anak-anaknya agar tidak ‘terlena’ dalam hinggar bingar hari kasih sayang. Kue, makanan, minuman yang mengandung gula, karbohidrat tinggi, akan menjadi pemicu naiknya gula darah. Belum lagi bingkisan coklat yang biasa menjadi simbol diperayaan itu yang memiliki kadar gula yang sangat tinggi. Ayah menjaga anak-anaknya agar tidak mengidap diabetes seperti dirinya.
Gula atau glukosa yang berasal dari makanan yang seharusnya dipergunakan oleh sel sebagai energi untuk beregenerasi dan memperbaiki diri tidak bisa masuk ke dalam sel karena insulin yang bertugas membawa glukosa ke dalam sel kurang atau tidak berkualitas.