[caption id="" align="aligncenter" width="624" caption="Kapten Liverpool, Steven Gerrard / Admin (kompas.com)"][/caption] Tak usahlah kita menyalahkan wasit. Jika diperhatikan secara objektif, liverpool memang seharusnya dapat tiga penalti, ya harusnya dua penalti pastinya, satu masih bisa diperdebatkan. Yang mana saja? Jelas handball rafael itu akan berbuah pinalti. Selanjutnya, pelanggaran phil jones itu sebenarnya masih bisa agak diperdebatkan penalti atau tidaknya. Jatuhnya sturidge oleh vidic? Jelas sekali itu diving, beruntungnya liverpool, nemanja vidic diusir dari pertandingan, semakin menguatkan dejavu dari kejadian 4-1 musim 2008/2009 di old trafford. Lalu mana penalti satu lagi? penalti yang "seharusnya" terjadi itu ketika sturidge dijatuhkan oleh carrick, jelas itu penalti. Mungkin clatenberg mencoba melakukan penebusan dosa. Moyes memasang starting line up yang sama ketika mereka menang minggu lalu saat melawan WBA, hanya berbeda di nemanja vidic. Taktik moyes pun sebenarnya tidak buruk-buruk amat, mencoba bermain aman dengan defensive line yang tidak terlalu tinggi, david moyes tidak ingin mengulangi kesalahan arsene wenger saat kalah telak dari liverpool karena defensive linenya yang tinggi dieksploitasi habis habisan oleh tiga penyerang cepat liverpool. Apalagi kita tahu bek tengah united seperti siput dan fullback mereka selalu lupa untuk turun. Tapi lawan yang dihadapi moyes bukan tim ecek ecek seperti kemarin, liverpool dibawah brendan rodgers memang pantas diperhitungkan. Brendan menyuruh anak buahnya untuk lebih sabar menunggu bola dibelakang, dengan syarat pemain liverpool tidak boleh memberikan ruang leluasa untuk pemain manutd. Benar saja, januzaj, mata, carrick bahkan tidak bisa memegang bola terlalu lama, dan sering kali manutd kehilangan bola, karena ruang ditengah dieksploitasi habis habisan oleh liverpool. Pintarnya brendan adalah memasang duo agger dan skrtel guna mengantisipasi crossing crossing united. Keberhasilan taktik brendan ini bisa dilihat dari jarangnya bola jatuh ke kaki van persie, mungkin ada beberapa momen van persie menendang bola. Sayangnya, tidak pernah ada yang berbuah gol. Depresi karena sempitnya ruang yang diberikan pemain liverpool, membuat united frustasi sendiri sehingga sering membuat kesalahan yang berdampak pada counter attack ke gawang mereka sendiri. Dosa besar memberikan kesempatan counter attack untuk sebuah time yang mempunyai lini serang dengan kecepatan tinggi, semua pinalti yang diberikan kepada liverpool adalah hasil kegagalan united menghentikan counter attack liverpool. Evra yang beranjak tua sehingga malas untuk turun, seakan menjadi berkah untuk sturidge karena liverpool terus menyerang lewat flank kanan. Pecahnya konsentrasi para bek united merugikan diri mereka sendiri. Penalti yang tidak perlu akhirnya tiga kali diberikan, melawan suarez dan stturidge itu perlu konsentrasi tinggi, karena badannya mudah jatuh. Sayangnya kali ini manunited tidak konsen sama sekali. Masalah ini sebenarnya bisa dipecahkan kalau saja moyes mau merubah taktik, atau memasukan pemain kreatif seperti kagawa. Tapi sayangnya, taktik moyes kaku. Tidak seperti brendan rodgers yang memasukan coutinho dengan harapan lini tengah dikudeta penuh oleh livrpool. Mari kita tengok apa yang dilakukan moyes? Memasukan ferdinand agar tidak kebobolan lebih banyak. Jenius. United bukannya tak ada kesempatan, tendangan rooney merupakan peluang terbaik yang dimiliki united dalam pertandingan tadi. Sayangnya, mental mereka bukan mental juara lagi. Mental mereka sekarang adalah mental "yang penting tidak kebobolan lebih banyak". Sesudah gol penalti kedua steven gerrard, pemain united kehilangan gairah dan mental comeback yang dulu fans fansnya sering dengung dengungkan. Memasukan welbeck sebenarnya keputusan bagus, karena diharap bisa membawa spirit, tapi tetap saja welbeck hanya seorag welbeck. Dan kakunya taktik david moyes, sebenarnya punya andil besar juga dalam kekalahan 3-0. Andai saja ketika manunited ketinggalan dua gol, mencoba menaikan defensive line lebih tinggi walau resikonya kebobolan lebih banyak, atau memasukan pemain semacam kagawa atau chicarito agar bisa membuka ruang kosong, permainan united tidak akan semengecewakan itu. Tahukah anda ketika saya menonton itu saya seperti dejavu, musim 08/09 ketika united dibantai 4-1 di oldtrafford. Margin gol yang sama, kartu merah yang sama terhadap orang yang sama, selebrasi yang sama oleh orang yang sama, jangan jangan kamera yang dicium pun sama. Yang membuat berbeda adalah pada akhir musim, united finish di atas liverpool dan menjadi juara. Tahun ini? Mungkin fans manunited sudah menjelma menjadi fans liverpool tahun tahun sebelumnya, karena terus berteriak " 20 Times Thats a Fact!"
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H