[caption id="attachment_316650" align="aligncenter" width="214" caption="sumber gambar: imdb.com"][/caption] Filmnya memang benar benar filmnya orang gila, baik itu makna denotasi ataupun konotasi. Dan karena saking gilanya, film ini bertengger di top 250 film IMDB dengan rating 8,8. Pernahkah anda berpikiran bahwa sekumpulan orang gila bisa dijadikan kisah menarik yang nantinya memenangi 5 nominasi oscar? Atau pernahkah anda punya rasa penasaran sedikit saja dengan apa yang 'orang berpenyakit mental' lakukan di rumah sakit jiwa? Saya rasa yang menjawab iya hanya hitungan jari. Film ini mengisahkan tentang kehidupan dan aktivitas sehari sehari pasien rumah sakit jiwa di rumah sakit. Awalnya semua berjalan seperti biasa biasa saja sebelum orang yang bernama Randle Mc Murphy (Jack Nicholson) datang. Mc Murphy sebenarnya tidak sakit jiwa, dia hanya seorang pria bermasalah dengan emosinya karena seringkali melakukan penyerangan dan pemerkosaan. Terlanjur basah, Mc Murphy pun mau tidak mau harus berinteraksi dengan orang orang yang berpenyakit mental disini. Ada yang bermasalah dengan kecemasannya, selalu curiga, hingga ada salah satu tokoh favorit saya yaitu Martini (Danny Devito) mengidap penyakit mental melakukan hal yang aneh berulang ulang. Martini akan membuat anda tertawa disela sela film anda yang cukup berat ini. Mcmurphy pun mencoba untuk menjadi 'Gila' demi meladeni orang orang gila ini. Tapi tetap saja, jiwa McMurphy yang meledak meledak seolah susah terobati .McMurphy melihat ada yang salah dengan perawatan orang gila ini tak ayal McMurphy pun mencoba melakukan revolusi revolusi kecil untuk para kawan kawannya di bangsal ini. Contohnya, dia mencoba memaksa suster untuk mengajak mereka menonton piala dunia, membawa kabur mereka ke tengah laut untuk memancing dan yang paling parah membawa minum minuman keras kedalam bangsal dan berpesta disana. Tidak hanya itu, McMurphy seolah menjadi pahlawan untuk para pasien disana. Mengapa tidak? Sebelum dia datang, semua membosankan dan dipenuhi nafas nafas curiga dan kecemasan. Setelah dia datang suasana begitu ceria dan hidup, seakan mereka sudah tidak mempunyai sakit mental lagi. Dan Jika ingin kabur, sebenarnya McMurphy sudah bisa kabur dari sejak kapan ia mau, tapi dia merasa nyaman dengan kawan kawan gilanya. Dan pada akhir Mc Murphy ingin kabur, dia akhirnya tidak jadi kabur dan pesta yang diadakan di bangsal ketahuan oleh semua pengurus rumah sakit. Dan terjadi akhir yang tidak mengenakan untuk murphy dan kawan kawan gilanya. Akhir yang sangat tidak mengenakan juga buat saya pribadi.
Banyak hal yang perlu kita berikan selamat kepada film ini. Semua pemeran di film ini menjalankan perannya dengan sangat baik, baik penjaga rumah sakit yang bertindak cukup kejam, dan juga kepada para pasien yang tingkah polanya pasti membuat anda tertawa ataupun menaruh rasa iba kepada mereka. Jalan ceritanya pun bisa dibilang tidak terlalu ribet, durasi dua jam pun tidak akan terasa lama karena film ini bukan film yang alurnya lambat. Yang membuat saya berani bilang kalau ini film cukup berat adalah nilai moral yang diemban oleh film ini. Film ini menyadarkan kita dan sedikit menggambarkan, apa yang mereka lalui di rumah sakit. Manusiawi atau tidaknya mereka diperlakukan seperti itu, biarkan setiap orang punya perspektif sendiri sendiri. Dan film ini seolah memberikan pesan, kalau rumah sakit jiwa yang penuh dengan rutinitas hanya akan melanggengkan penyakit mental mereka. Tidak mengenal dunia luar, tidak ada sesuatu yang berbeda, itu malahan justru yang membuat rasa sakit mental mereka semakin besar. Interaksi yang dilakukan pun hanya dalam lingkup formal bukan mengalir apa adanya, ketika gerombolan orang ini memancing.
McMurphy berakhir menjadi pahlawan tidak hanya untuk teman temannya, tapi untuk saya dan mereka yang bisa mengambil nilai dari film ini. Rutinitas membunuh kita semua, dari dalam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H