Hari-hari belakangan ini, sekelompok manusia di Barat berasumsi ada kondisi miris. Ada sesuatu yang membahayakan. Kekuatannya bahkan mengalahkan konferensi OKI yang sejak berdirinya tak pernah berhenti membebek Amerika. Kini ada Islamis di dataran Eurasia plus Islamis di Asia Tenggara membuat pengekor Amerika miris. Dua Islamis tersebut adalah Recep Tayyip Erdogan, pemimpin besar Turki dan Sultan Hasanal Bolkiah di Brunai Darussalam. Andai saja Mursi masih berkuasa, maka Mursi bisa menjadi Islamis ke-3 yang membuat Sekuleris plus Zionis meradang.
Itulah Erdogan. Progam mengubah Hagia Sofia menjadi masjid telah membuat panas Patriark Konstantinopel Bartholomew I dan pemerintah Yunani. Kepala Gereja Ortodoks Timur itu menyatakan seluruh orang Kristen akan menentang. Mereka menganggap, pengalihan tersebut adalah sebuah penghinaan buat umat kristiani sedunia.
Erdogan dengan gagah berani akan melakukan sholat di Haga Sofia pada 29 Mei, menjelang pemilihan presiden pada bulan Agustus. Tanggal yang sangat simbolis, karena menandai peringatan 561 tahun dari takluknya Konstantinopel di bawah kekhalifahan Ottoman. Langkah Erdogan, mengulang keberanian Muhammad AlFatih yang menjadikan Haga Sofia Basilika sebagai masjid. Sekaligus mengubur paham Sekularis yang didenungkan Atatruk tahun 1934 dan merubah Masjid tersebut menjadi museum.
Islamis kedua adalah Raja Brunai. Keberanian menerapkan Syariat Islam, membuat emosi Eropa dan Amerika tak terbendung. Maka mereka mengirim seluruh balatentaranya. Mulai tentara merah, tentara hitam, hingga tentara hijau. Tugasnya, mulai mengungkap masa lalu Sultan Brunai plus mencari-cari kasus korupsi Erdogan atau anak buahnya, baik langsung maupun tak langsung. Nah sedang yang tentara hijau ditugaskan membentur-benturkan nash-nash Al-Qur'an dan Sunnah dengan kehidupan Erdogan dan Raja Brunai. Dalil-dalil yang dipastikan hanya digunakan untuk menunjuk orang lain. Diyakini, oleh mereka sendiri belum 100 % dilakukan.
So kawan. Mari kita tak terkecoh tipu-tipu. Erdogan sukses mengendalikan demokrasi, hingga sesuai dengan kepentingan masyarakat. Sedang Raja Brunai, sukses menjadikan sistem monarkhi menjadi alat untuk menegakkan keadilan. Dua-duanya memberi kesejahteraan bagi seluruh warga negara, dengan visi dan nilai Islam yang mewarnainya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H