Sudah dijelaskan sejak lama, kaum radikalis dari Noni-Liberalis-Sekularis-aliran sesat itu tak ada sedikitpun cinta dan kasih sayang di hati mereka. Mereka bisa jadi KTP-nya Islam, namun kebencian terhadap Islam melebihi Abu Jahal dan Abu Lahab. Tentu Islam yang dibenci di sini adalah Islam yang berekonomi, Islam yang berpolitik, Islam yang berkuasa, Islam yang berbudaya, Islam yang "nyata" dalam tindakan menguasai pasar, mengendalikan keadaan, dan yang menjadi panduan kehidupan keseharian.
Namun itulah. Umat Islam saat ini hobinya coba-coba. Sudah diperingatkan bahaya laten PKI-Noni-China hitam di Indonesia, malah coba-coba terbawa euforia Politik sesaat. Sama seperti di Mesir, Salafy-HT sudah diperingatkan, gerakan anti-Ikhwan itu sebenarnya gerakan anti-Islam. Tapi tetap saja "ngeyel" dan beranggapan, yang penting bukan Ikhwan. Apa kemudian yang terjadi? Semua sepakat, kalangan Islamphobia di era zaman Mubarak masih agak santun. Sama halnya dengan zaman akhir-akhir Soeharto-Golkar berkuasa. Umat Islam masih diperlakukan "pantas" tidak "bablas". Setidaknya, era Soeharto tidak ada penistaan agama Islam kecuali dihukum.
Kini umat Islam di Mesir tidak mampu mengatakan tidak. Setiap penolakan sama dengan kematian. Anda hanya mengangkat tangan, menggelengkan kepala, atau memberi isyarat menentang saja, harus siap dipenjara tanpa pengadilan. Di Indonesia, tunggu saja, jika keputusan MK tidak mempertimbangkan sisi kualitas Pemilu dan pidana Pemilu. Saya yakin, kebangkitan PKI-sekuler-liberal-Noni radikal hanya menunggu waktu. Saya terkaget-kaget, saat seorang muslim terang-terangan mengatakan keluar dari Islam dan mengajak seluruh rakyat Mesir memeluk agama Fir'aun. Karena menurutnya, Islam adalah agama yang menjajah Mesir.
Dari kasus ini saya mengajak umat Islam untuk terus berkarya. Saatnya bangkit menguasai ekonomi, politik, dan terus menyadarkan umat soal intimidasi terstruktur pihak minoritas kepada kita yang mayoritas. Saatnya kita tak mendengar lagi ajakan-ajakan Golput, antidemokrasi, bid'ah dalam muamalah, atau ajakan yang membuat kita pasif menguasai negeri. Sikap pasif lebih membahayakan daripada tuduhan teroris. Karena Islamphobia tahu, tak ada ajaran Islam yang mengajarkan aksi teror. Mereka tidak takut Islam ekstrimis. Justru yang ditakutkan adalah Islam yang dinamis, saintis, dan tentunya patriotis.
Saatnya kita bangkit. Toch yang sehat dan normal di kalangan umat Islam masih banyak. Silaturahmi dan menyambungkan hati, adalah jihad terbesar kita saat ini. Rumah besar umat Islam tak akan bisa berdiri hanya mengandalkan NU, Muhammdiyah, Persis atau PKS, PBB, PPP. Ia membutuhkan peran serta seluruh elemen. Bayangkan, Ikhwanul Muslimin saja yang telah menguasai sepertiga rakyat Mesir. Namun ia kini harus dihadapkan pada realita, membiarkan militer-kepolisian-aparat hukum dikuasai Islamphobia. Seorang anggota Maktab Irsyad ditanya, "Mengapa Ikhwan bernasib seperti saat ini?" Ia menegaskan, "Karena Ikhwan belum berhasil membina (tarbiyah) seluruh rakyat Mesir."
Musuh bersama kita bukan orang cinta damai di kalangan Yahudi-Kristen-Hindu-Budha-Syi'ah. Tapi musuh utama kita adalah kaum radikalis Islamphobia. Bisa jadi bukan dari kalangan non Islam saja, malah justru mereka bernama Islam, beragama Islam, namun membenci Islam karena watak-tabiat-karakternya sudah tershibghoh paham-paham radikal yang bukan dari ISlam. SIapa lagi selain paham mengabdi kepada penjajah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H