Klaim Cina yang memasukkan sebagian wilayah perairan laut kepulauan Natuna, ke dalam peta wilayah mereka sangat tidak mendasar. Walaupun menurut juru bicara Kementerian Luar Negeri Cina, Hong Lei yang mengatakan bahwa “Pihak Cina tidak keberatan atas kedaulatan Indonesia di Kepulauan Natuna”. Pada kenyataannya pernyataan tersebut berbanding terbalik, Republik Rakyat Cina memperbaharui peta dengan garis putus-putus (nina dash line)[1] melintasi wilayah Natuna.
Pada tahun 2009 lalu, klaim Cina terhadap wilayah Laut Cina Selatan telah disampaikan ke Sekjen PBB, tetapi Cina sama sekali tidak bisa mengklaim Kepulauan Natuna sebab jarak Kepulauan Natuna dengan Pulau Spratley lebih dari 400 mil laut atau dua kali luas ZEE. Ini berarti ada pengakuan Cina terhadap legitimasi Indonesia atas ZEE yang berada dalam garis imajiner wilayah yang diklaim Cina.
Ide masyarakat internasional mengenai penarikan lebar laut wilayah, zona tambahan, ZEE, landasan kontinen, dan konsepsi archipelagic state telah tertuang dalam United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) 1982. Secara rinci UNCLOS 1982 menetapkan hak dan kewajiban, kedaulatan, hak-hak berdaulat dan yurisdiksi negara-negara dalam pemanfaat dan pengelolaan laut. Selain mempertahankan berbagai zona maritim, UNCLOS 1982 juga menciptakan suatu rezim untuk dasar laut samudera dalam di luar yurisdiksi nasional yang dikenal sebagai international sea-bed area yang ditetapkan sebagai common heritage of mankind (warisan bersama umat manusia). Sampai dengan bulan Oktober 2014 telah mecapai 166 ratifikasi, termasuk kedalamnya ratifikasi oleh beberapa negara maju seperti Rusia, Inggris, dan Canada. Disamping sejumlah besar negara-negara berkembang tercatat juga sebagai hampir seluruh negara anggota Europe Union, Cina, Jepang, India, Australia, Brazil, Argentina, dan Indonesia.
Indonesia menjadi negara ke-26 yang telah meratifikasi UNCLOS 1982 sejak tahun 1986. Implementasi Indonesia terhadap UNCLOS 1982 dengan disahkannya dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1985 tentang Pengesahan UNCLOS 1982, yang pada intinya menyatakan bahwa Indonesia adalah kepulauan nusantara secara geografis merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan memiliki luas laut sebesar 5.8 juta km² yang terdiri dari laut teritorial dengan luas 0.8 juta km², laut nusantara 2.3 juta km² dan ZEE 2.7 juta km², serta memiliki pulau sebanyak 17.480 pulau dan garis pantai 95.181 km.[2]
Pada tiap rezim perairan Indonesia ditetapkan kedaulatan dan hak berdaulat yang menjadi batas-batas wilayah perairan Indonesia, yaitu:
(1) 12 mil laut dari garis pangkal, merupakan laut teritorial.[3] Indonesia memiliki kedaulatan penuh atas wilayah laut tersebut. Artinya, Indonesia memiliki hak untuk mengamankan wilayah melalui penerapan:
a) Kedaulatan (sovereignty);
b) No Right of Overflight;
c) Hak lintas damai (right of innocent passage); [4]
d) Hak lintas alur laut kepulauan (right of archipelagic sea lane passage);
e) Hak lintas transit (right of transit passage). [5]