Indonesia sebagai produsen utama minyak sawit global memiliki tanggung jawab besar dalam mewujudkan target net zero emission yang telah dicanangkan untuk tahun 2060. Di tengah pertumbuhan sektor kelapa sawit yang pesat, Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) menjadi aktor penting dalam memastikan keberlanjutan industri ini. Berbagai inisiatif yang dijalankan oleh BPDPKS tidak hanya berfokus pada peningkatan produktivitas sawit, tetapi juga pada upaya mengurangi emisi karbon, serta meningkatkan kontribusi terhadap penerimaan negara. Langkah-langkah seperti Program Mandatori B30 dan program peremajaan kelapa sawit (replanting) menjadi bagian penting dari strategi ini.
   Salah satu upaya BPDPKS dalam mendukung pengurangan emisi adalah melalui Program Mandatori B30, yang mewajibkan penggunaan biodiesel dengan kandungan 30% minyak sawit dalam bahan bakar diesel. Program ini telah berhasil mengurangi emisi karbon dioksida (CO₂) secara signifikan. Menurut data dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), pada tahun 2023, B30 berhasil mengurangi emisi CO₂ sebesar 25 juta ton. Selain itu, program ini berkontribusi pada penghematan devisa negara hingga Rp100 triliun melalui pengurangan impor bahan bakar fosil (Kementerian ESDM, 2023). Dengan demikian, BPDPKS berperan besar dalam mempromosikan energi terbarukan berbasis minyak sawit, sekaligus mendukung ketahanan energi nasional.
  Program replanting yang didanai BPDPKS juga memainkan peran penting dalam mendukung keberlanjutan sektor sawit. Banyak tanaman sawit di Indonesia telah memasuki usia tua dan kurang produktif, yang menyebabkan penurunan hasil. Program replanting bertujuan mengganti tanaman sawit yang sudah tua dengan bibit unggul yang lebih produktif. Hingga 2022, BPDPKS telah merehabilitasi lebih dari 180 ribu hektar lahan sawit melalui program ini. Dengan mengganti tanaman sawit tua, produktivitas dapat meningkat hingga 30%, tanpa perlu membuka lahan baru, sehingga mengurangi potensi deforestasi (BPDPKS, 2022). Program ini tidak hanya berkontribusi terhadap produktivitas petani, tetapi juga pada upaya menjaga lingkungan dengan mengurangi tekanan pada hutan tropis.
  Namun, di tengah upaya tersebut sektor kelapa sawit Indonesia masih menghadapi berbagai kritik, terutama terkait dampak lingkungan yang dihasilkan. Deforestasi yang disebabkan oleh ekspansi perkebunan kelapa sawit tetap menjadi masalah besar. Menurut data dari Global Forest Watch, Indonesia kehilangan sekitar 10,4 juta hektar hutan primer antara tahun 2001 hingga 2020, dan sebagian besar dari kehilangan ini disebabkan oleh konversi lahan untuk perkebunan kelapa sawit (Global Forest Watch, 2021). Deforestasi ini tidak hanya mengancam keanekaragaman hayati, tetapi juga berkontribusi pada meningkatnya emisi gas rumah kaca. Oleh karena itu, BPDPKS harus terus memperkuat implementasi sertifikasi keberlanjutan, seperti ISPO (Indonesian Sustainable Palm Oil), yang bertujuan untuk memastikan bahwa praktik perkebunan sawit di Indonesia mematuhi standar lingkungan yang ketat.
  Selain peran dalam keberlanjutan lingkungan, BPDPKS juga memberikan dampak signifikan pada penerimaan negara. Industri kelapa sawit merupakan salah satu penyumbang utama dalam ekonomi Indonesia, dengan nilai ekspor pada tahun 2022 mencapai lebih dari USD 35 miliar. Ekspor minyak sawit dan produk turunannya menyumbang sekitar 10% dari total ekspor non-migas Indonesia (Kementerian Perdagangan, 2022). Pendapatan dari ekspor ini sebagian besar digunakan untuk mendukung berbagai program BPDPKS, termasuk subsidi biodiesel, program replanting, serta penelitian dan pengembangan teknologi yang mendukung keberlanjutan industri kelapa sawit.
  Meskipun demikian, BPDPKS dihadapkan pada tantangan dalam memastikan bahwa dana yang dikelola digunakan secara efektif untuk meningkatkan kesejahteraan petani kecil. Saat ini, banyak petani kecil yang masih menghadapi kesulitan dalam hal akses terhadap teknologi, pembiayaan, dan pasar. Oleh karena itu, BPDPKS perlu memperkuat program-program yang berfokus pada peningkatan kapasitas petani, serta membangun kemitraan dengan sektor swasta untuk meningkatkan akses petani kecil terhadap pasar dan teknologi baru.
  Ke depan, BPDPKS memiliki peluang besar untuk terus mendorong inovasi dalam industri sawit, terutama dalam diversifikasi produk berbasis sawit. Produk turunan kelapa sawit, seperti bioplastik dan biofuel generasi kedua, memiliki potensi besar untuk dikembangkan sebagai solusi ramah lingkungan yang mendukung ekonomi hijau. Melalui investasi dalam penelitian dan pengembangan teknologi hijau, BPDPKS dapat memperkuat peran Indonesia sebagai pemimpin dalam industri sawit berkelanjutan, sekaligus berkontribusi pada pencapaian target net zero emission.
  Dengan demikian, BPDPKS memiliki peran kunci dalam memastikan keberlanjutan sektor kelapa sawit Indonesia, baik dari aspek lingkungan maupun ekonomi. Melalui program-program strategis seperti B30 dan replanting, BPDPKS telah menunjukkan kontribusi nyata dalam mendukung pengurangan emisi dan penerimaan negara. Namun, tantangan lingkungan, terutama terkait deforestasi, harus terus dihadapi dengan memperkuat regulasi dan transparansi di lapangan. Dengan kolaborasi yang baik antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat, Indonesia dapat mencapai target net zero emission, sekaligus mempertahankan peran pentingnya dalam industri sawit global.
Referensi
BPDPKS. (2022). Laporan tahunan 2022. BPDPKS.