Saat anakku hampir berusia dua tahun aku hamil. Tentu kami sangat berbahagia, anakku akan mendapat adik. Namun Allah berkehendak lain. Aku keguguran. Saat dokter menyatakan bahwa kehamilan tersebut tak dapat dipertahankan, beliau menjelaskan bahwa Allah sangat baik, memberikan tabungan investasi surga bagi kami berdua. Maka kami berdua merasa bahagia. Kami keluar dari kamar dokter dengan gembira.
Kami pun memberitahuan berita tersebut kepada keluarga dan teman-teman. Banjirlah ucapan duka. Ternyata perasaanku yang tadinya bahagia, terpengaruh. Akupun menjadi sedih dan menangis membaca semua ucapan tersebut.
Mungkin maksud teman-teman dan saudara itu baik, tapi ternyata dampaknya kepadaku tak terlalu baik. Aku yang tadinya bahagia malah jadi sedih dan menangis.
Enam tahun kemudian aku kembali hamil dalam kondisi sedang menghadapi kanker. Kehamilan berjalan lancar, dan apapun kata orang, aku bertekad melakukan apapun untuk menjaga kesehatan bayi yang sudah ditunggu enam tahun tersebut. Mungkin aku lalai dan Allah menentukan bayi ini kembali menjadi investasi akhirat. Aku kembali keguguran. Awalnya aku biasa-biasa saja. Sedih, tapi ya sudahlah. Saat itu kami di Bandung, dan langsung menghadap dokter yang bukan ginekolog ku yang biasa. Dokter ini habis-habisan memarahiku dan suami. Aku yang tadinya biasa-biasa saja kontan menangis sedih.
Mungkin maksud dokter ini baik, ingin mengingatkan, tapi ternyata dampaknya padaku tak terlalu baik. Mungkin ada baiknya dokter benar-benar belajar bagaimana bisa menyemangati semangat pasien nya, seperti dokterku yang membuatku bahagia saat keguguran pertama kali.
Kemudian aku mendengar pula bahwa ibu hamil memang harus berhati-hati, karena mungkin ada orang yang tak suka dengan kehamilan tersebut dan merasa dengki. Tanpa sadar kebenciannya mengirim energi negatif yang membahayakan kehamilan.
Ada teman penerima kurikulum kanker yang suka mengeluh. Awalnya aku selalu sukses membantunya semangat dan bersyukur. Tapi kemudian ia menemukan teman lain yang sama-sama suka mengeluh. Akhirnya setiap kali mereka berinteraksi, isinya adalah keluhan, curhat tanpa solusi, makin lama makin sedih, makin kesal, makin dendam. Aku tak lagi bisa membantunya, dan akhirnya mereka tak lag bisa diselamatkan dari perasaan mereka sendiri.
Mungkin niatnya baik, mendengar curhat dan rasa sakit hati teman, tapi dengan membiarkan keluhan dan curhat berkembang, mereka bisa jadi tanpa sadar sedang menyakiti teman mereka sendiri. Karena setiap detik teman mengeluh, sel tubuh yang mengeluh dan mendengar keluhan makin tertekan.
Keluhan dan curhat harus diubah menjadi syukur dan bahagia. Lihat sisi positif dan cari hikmah dari Allah. Jangan dengarkan keluhan atau gossip tanpa solusi. Salah satu pertanyaan yang bisa ditanyakan saat ada yang mengeluh adalah, “Kira-kira apa kebaikan dan cinta yang sedang Allah limpahkan dengan mengizinkan hal ini terjadi, mengingat Allah itu Maha Pengasih dan Penyayang?”
Ternyata kata-kata kita, bahkan perasaan kita bisa membahayakan diri kita dan orang lain tanpa kita sadar. Kita harus lebih waspada. Jaga perasaan agar kita selalu bahagia apapun kondisi orang lain.
Teman yang didiagnosa kanker, artinya mereka sedang disayang oleh Allah, diajak untuk mendekat kepadaNya, dan belajar mengenali tubuhnya lebih baik. Kita perlu bersyukur untuknya. Jangan mengasihani atau menyatakan rasa duka apalagi ketakutan kepadanya. “Aduh.. nanti gimana, anak kamu gimana, keluarga gimana?” Yang tadinya biasa saja bisa malah depresi.