Ini adalah kisah nyata mengenai berserah diri dan Allah.
Ada seorang janda tukang cuci dengan dua anak. Suaminya sudah lama meninggal. Maka apa daya, ia harus membesarkan sendiri kedua anaknya. Pekerjaan hanya tukang cuci, bagaimana bisa membesarkan dua anak? Apalagi anaknya yang kedua besar cita-citanya, ingin sekolah di Kairo. Luar biasa.
Suami memang tak ada, tapi ibu ini punya Allah. Maka ia benar-benar menyerahkan semua urusannya pada Allah. Yang menikahkannya dengan suaminya almarhum adalah Allah. Yang memberinya anak dua adalah Allah. Allah pula yang mengambil suaminya dalam kondisi anak masih harus disekolahkan. Maka pasti Allah akan membantunya, fikirnya.Â
Semua ibadah wajib, sunnah dikerjakan dengan sangat khusuk. Dari rawatib, tahajud, dluha, semua ditekuni. Dan benar, semua anaknya bersekolah dengan baik. Anak pertama tak terlalu banyak mau. Ia bisa sekolah juga sudah puas. Tapi adiknya masih ingin bersekolah ke Kairo. Maka ia terus berdoa sambil bekerja.
Setelah lulus SMA anak keduanya ini bekerja sebagai supir. Tak ada biaya untuk kuliah. Maka bekerjalah ia dengan baik, dan bossnya pun senang padanya. Sampai suatu hari bossnya mendapat penugasan di Kairo. Bossnya ini tak faham bahasa Arab sama sekali, sementara anak ini faseh berbahasa Arab karena ia rajin belajar Quran. Maka iapun diajak ikut ke Kairo. Dalam proses keberangkatan, bossnyapun bertanya, apa cita-cita supirnya ini. Dan anak inipun berkata, bahwa ia sangat ingin bisa belajar di Kairo.
Waaah.. luar biasa sebuah kebetulan atau bukan kebetulan? Memang Allah sudah mengatur seperti itu?
Maka bossnya yang memang senang dengan perilaku baik supirnya inipun dengan gembira menyekolahkan anak ini di Kairo. Terkabul juga doa seorang ibu tukang cuci untuk anaknya ini.
Luar biasa kalau difikir. Matematika Allah tak akan pernah terjangkau oleh manusia. Maka janganlah kita sekalipun hanya mengandalkan diri sendiri dalam menghadapi masalah apapun, ringan ataupun berat. Serahkan saja ke Allah. Apakah itu menghadapi sakit berat, atau sekedar ingin sepatu baru. Doa dulu, sampaikan dulu ke Allah, baru ikhtiar. Agar ikhtiar tersebut mendapat petunjukNya dan keberkahan dariNya.
Aku bersyukur punya seorang suami yang terbiasa berserah diri padaNya. Umak, Ibu mertuaku, ditinggal Buya dengan tujuh anak yang masih harus disekolahkan. Umak sendiri adalah seorang Ustadzah yang berkeliling dari satu pengajian ke pengajian lain. Suamiku bilang ia dibesarkan dengan "nasi berkat" atau besek pengajian. Dan alhamdulillah semua berhasil lulus universitas-universitas terbaik di Indonesia. Tak akan masuk kalkulasi manusia biasa. Tapi bagi Allah, tak ada yang sulit. Mengatur semua kakak beradik ini sukses juga mudah bagiNya.
Kalau aku galau atau khawatir, maka suamiku berkata, "Kayak nggak punya Allah saja. Serahkan saja pada Allah." Dan setelah belajar benar-benar melaksanakannya, hati ringan, hidup indah, dan kita punya energi untuk menerima semua ketentuanNya, menikmatinya dan mensyukuri semuanya. Tak ada lagi waktu untuk khawatir atau gelisah. Karena semua sudah diserahkan padaNya, dan setiap langkah sudah melibatkanNya. Sehingga semua yang ada pasti yang terbaik. Tinggal disyukuri dan terus berdoa dan berusaha.
Saat aku menghadapi sesuatu yang berat, atau ingin sesuatu yang besar, dan aku tak punya ide, bagaimana jalan keluarnya atau cara mendapatkannya, aku biasa berdoa, "Ya Allah aku ingin ini ya Allah. Aku tak tahu bagaimana caranya, tapi aku yakin Engkau tahu. Kuserahkan padaMu, ya Allah." Lalu kulempar ke atas, seperti menyerahkan ke Allah, dan aku fokus pada apa yang ada di hadapanku dengan penuh suka cita dan syukur. Kuanggap semuanya jalan dariNya, dan kulakoni satu persatu dengan sabar.