Ada sepasang adik kakak yang awalnya akur dan hidup harmonis. Tapi karena berbagai perbedaan, muncullah perdebatan yang meruncing dan akhirnya membuat mereka saling tidak menegur.
Suatu hari ada seorang tukang kayu mengetok rumah sang kakak. "Saya tukang kayu yang berpengalaman. Adakah pekerjaan yang bisa saya lakukan?" tanyanya.
"Oh, ada," seru si kakak. "Beberapa hari lalu tetanggaku - sebenarnya ia adikku - melakukan sesuatu yang membuat sungai mengalir di antara rumah kami. Aku tidak suka. Aku akan balas. Sekarang bangunlah pagar yang tinggi agar ia tak bisa lagi menggangguku."
"Oh baiklah," jawab si tukang kayu sambil mengangguk.
Maka bekerjalah si tukang kayu siang malam. Si kakak harus meninggalkan rumah untuk pekerjaannya sehingga tak mengikuti proses pekerjaan tersebut.Â
Sepulangnya si kakak ke rumah ia terkejut. Tak ada tembok tinggi yang menjulang di antara rumahnya dengan rumah adiknya. Yang ada hanyalah sebuah jembatan kayu yang indah.
Dan tiba-tiba sesuatu hal yang mengejutkannya terjadi. Adiknya dilihatnya berjalan melalui jembatan itu dengan senyum terkembang.
"Indah sekali jembatan ini, kakakku. Maaf ya aku buat sungai ini. Tapi kau membuat jembatan untuk menghubungkannya," serunya.
Mereka pun berbincang-bincang dan kakaknya mengajaknya makan bersama. Kakak adik ini pun kembali berbagi cerita. Mereka pun sadar bahwa jembatan tadi bukan hanya menjembatani rumah mereka tapi juga hati mereka. Jembatan ini meruntuhkan tembok yang sudah terbangun tinggi dalam hati, dan membuat mereka mau tumbuh dan belajar dari perbedaan yang ada.Â
Jembatan membuat mereka lebih kuat, lebih faham kekurangan dan kelebihan yang lain, serta belajar mengatasi perbedaan. Karena perbedaan pasti ada, kelebihan dan kekurangan pasti banyak. Yang penting adalah bagaimana saling mendukung, saling mengasihi dan menjadi lebih kaya dengan semua perbedaan tersebut.
Si tukang kayu pun bergegas pergi. Saat ditahan oleh di kakak, ia pun berkata, "Masih banyak jembatan yang harus kubangun. Masih banyak tembok yang harus kuruntuhkan."