Hati-hati dengan benci dan cinta. Apalagi gara-gara pilkada.
Waktu saya remaja, saya sering dengar nasehat, “Jangan terlalu benci, nanti jatuh cinta lho.” Dan ada pula yang mengatakan, “Awalnya saya benci luar biasa padanya, eh kok ternyata belakangan malah jadi jatuh cinta.” Nah, ilmu neurosains telah menjelaskan fenomena ini.
Ternyata pilkada dan pilpres juga membawa benci dan cinta ekstrim. Tiba-tiba banyak yang mendukung tanpa analisa dan membenci tanpa pandang bulu pada semua yang tidak sefaham.
Semir Zaki, seorang peneliti dari University College, London, menyatakan bahwa cinta dan benci punya persamaan dan perbedaan dalam beberapa hal:
- Cinta erotis mengaktifkan bagian system penghargaan di otak, dan memadamkan bagian otak yang terkait penilaian.
- Sebaliknya benci mengaktikan bagian otak yang terkait penilaian. Jadi orang yang sedang mabuk cinta tak ingin menilai, tidak kritis, dan hanya ingin menghargai saja. Sebaliknya orang yang sedang dipenuhi rasa benci banyak sekali menilai, melihat bahaya, menghitung, merasa terluka, sampai ingin balas dendam.
- Cinta dan benci sama-sama mengaktifkan insula, bagian otak yang aktif saat ada yang menyusahkan atau menggelisahkan. Ternyata otak menilai cinta dan benci sama-sama menyusahkan dan menggelisahkan bagi tubuh, sehingga bagian inilah yang aktif. Itulah sebabnyak dalam kondisi cinta dan kondisi benci kita sama-sama merasa gelisah.
- Cinta dan benci sama-sama mengaktifkan pitamen yang merancang tindakan agresif. Cinta bisa membuat seseorang agresif saat ada pesaing, saat ada yang dinilai mengancam hubungan, dll. Orang yang benci terdorong untuk membalas atau melawan.
Prof. Ikrar Taruna, pakar Neurosains Indonesia, mengingatkan bahwa manusia harus selalu menjaga kondisi seimbang. Benci dan cinta pun harus seimbang. Terlalu cinta bisa merugikan, terlalu benci bisa menimbulkan penyakit yang membahayakan kehidupan.
Cinta berlebihan membuat kita tidak berfikir panjang, tidak kritis, mudah dipermainkan dan dikendalikan, bahkan bisa sampai tahap merugikan dan mebahayakan hidup. Dan kalau ada yang mengganggu hal itu, maka cinta bisa dengan sangat mudah berubah menjadi benci. Karena bagian otak yang terkena pengaruh adalah sama.
Benci berlebihan membuat tubuh memproduksi zat-zat stress yang membuat imunitas tubuh turun, otot menegang, jantung berdebar lebih cepat, tekanan darah naik, meridien tersumbat dan energipun tak bisa mengalir. Kalau hal ini berlangsung dalam jangka waktu lama, sel yang tak mendapatkan energi bisa berubah sifat untuk mempertahankan dirinya dengan berubah menjadi sel kanker. Dan kalau hal itu terjadi di saat imunitas turun akibat rasa benci, maka sel kanker tak bisa diatasi dan bisa berkembang.
Seringkali kita tidak sadar bahwa kita sedang mencintai atau membenci secara ekstrim dalam jangka waktu panjang. Pada saat benci atau cinta ekstrim itu dialami lebih dari 21 hari benci atau cinta ekstrim itu berpotensi menjadi kebiasaan dan menjadi zona nyaman. Begitu jadi kebiasaan, sangat sulit untuk disadari dan dihindari. Maka sangat penting untuk selalu sadar/aware/conscious mengenai apa yang kita rasakan.
Ingatlah selalu bahwa hanya Allah yang benar-benar secara totalitas mencintai kita lebih dari makhluk apapun di dunia ini, sehingga tak ada makhluk yang layak dicintai melebih cinta kita kepadaNya. Maka kita bisa bebas dari rasa cinta ekstrik.
Dan ingatlah bahwa semua orang yang kita benci sesungguhnya dikirim olehNya untuk menguji kesabaran dan ketakwaan kita kepadaNya. Tanpa mereka belum tentu kita punya “mata ujian” yang kita butuhkan untuk masuk surga. Sehingga mereka pun harus disyukuri keberadaannya, dan tak layak dibenci sedemikian rupa. Dan kita bisa bebas dari rasa benci ekstrim.
Percayalah bahwa setiap manusia yang dihadirkan dalam hidup kita, untuk jangka waktu sedetik maupun seumur hidup, punya peran dalam program kebahagiaan kita baik di dunia maupun akhirat. Jadi terima semuanya, dan syukuri semuanya.