Pendidikan merupakan aset paling penting bagi kemajuan sebuah bangsa. Oleh karena itu setiap warga Negara wajib mengikuti setiap jenjang pendidikan, baik itu pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menegah hingga ke pendidikan tinggi.
Semua orangtua tentu ingin memiliki anak yang terlahir sempurna, yang cerdas, aktif, ceria dan sehat baik mental maupun fisiknya. Namun tak bisa dipungkiri ada beberapa anak yang terlahir dan/atau karena sesuatu hal mengalami kelainan dan tumbuh menjadi anak dengan kebutuhan khusus, khususnya kelainan pada pengelihatan atau Tunanetra.
Sebagai informasi, ternyata penyandang tunanetra terbagi atas 2 jenis. Ada yang mengalami total blind (buta total) dan ada pula yang mengalami low vision atau penglihatan yang rendah. Walau memiliki keterbatasan dalam indera penglihatan namun aktivitas belajar siswa tunanetra cukup unik. Nah berdasarkan kacamata pendidikan, penggolongan ketunanetraan dibagi menurut media belajar yang digunakan (khususnya membaca dan menulis) yaitu sebagai berikut:
- Blind (buta), yaitu siswa tunanetra yang belajar hanya menggunkan indra peraba dan pendengaran
- Low vision, yaitu siswa tunanetra yang masih mampu menggunakan pengelihatannya untuk membaca meskipun dengan tulisan yang diperbesar.
- Limited vision, yaitu siswa tunanetra yang masih mampu menggunakan pengelihatannya tetapi mengalami gangguan pada situasi tertentu.
Untuk mendukung pemberian pendidikan bagi anak tunanetra maka dapat dilaksanakan melalui system pendidikan segregasi yaitu system yang terpisah dari pendidikan anak-anak normal. Lembaga-lembaga pendidikan dengan system segregasi khusus anak tunanetra yaitu SLB-A.
Strategi serta proses pembelajaran untuk siswa penyandang tunanetra juga berbeda dengan strategi pembelajaran pada umumnya, hal ini didasari oleh adanya kebutuhan khusus yang menjadi fondasi awal ketercapaian tujuan pembelajaran mereka. Saat belajar di sekolah pun, siswa tunanetra menggunakan alat tulis khusus, mereka juga mendapat mata pelajaran khusus.
Kebutuhan pendidikan bagi penyandang tunanetra adalah sebagai berikut:
- Bacaan dan tulisan Braille (Braille Reading and Writing)
- Keyboarding, system keyboard digunakan sebagai model respon utama untuk tes pekerjaan rumah, dan tugas sekolah lainnya.
- Optacon (Optical to Tacticel Converter), merupakan mesin yang seukuran dengan tap recorder kecil, yang mampu mengubah materi cetak menjadi pola getaran pada ujung jari.
- Mesin baca kurzwell, mesin yang dapat membaca/mengubah tulisan cetak menjadi suara.
Nah, evaluasi terhadapp pencapaian hasil belajar anak tunanetra memiliki perbedaan dengan yang dilakukan terhadap anak dengan mata normal, yaitu menyangkut materi test yang digunakan dan teknik pelaksanaan test tersebut. Materi test yang diberikan kepada anak tunanetra  tidak mengandung unsure-unsur yang memerlukan persepsi visual, pemberian test juga sebaiknya diberikan dalam bentuk huruf Braille atau menggunakan reader (pembaca).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H