Semakin berkembangnya zaman maka kebutuhan lahan juga akan semakin memingkat dimana kebutuhan lahan yang digunakan untuk pembangunan akan semakin meningkat. Namun, ketika ada terjadinya kebutuhan lahan pembangunan yang meingkat ini menjadikan lahan pertanian merubah fungsinya menjadi permukiman dan lahan lainnya, hal ini menjadikan lahan pertanian secara terus menerus mengalami konversi ke lahan yang non pertanian, sedangkan pertanian sendiri memiliki peran yang sangat penting dalam perekonomian, merupakan penyangga dalam kebutuhan panga dalam masyarakat maupun kebutuhan nasional, selain itu pertanian juga berperan dalam bidang lingkungan sebagai ekologi yang mengatur tata air dan juga penyerapan karbon di udara.
Lahan pertanian seharusnya masih terus dimanfaatkan karena merupakan penyangga ekosistem, namun konversi lahan pertanian yang muncul akan terus mengganggu ekosistem, konversi lahan pertanian juga dapat mengganggu kehidupan sosial ekonomi masyarakat terutama untuk para petani.
Konversi lahan pertanian ini merupakan fenomena yang telah terjadi di kota-kota besar, tak terkecuali di Kota Semarang yang merupakan kota besar sekaligus menjadi ibukota Jawa Tengah, oleh karena itu urbanisasi tumbuh di kota ini.
Dalam perkembangan dan pertumbuhan yang dialami oleh Kota Semarang yang ada di daerah pinggiran dimana merupakan wilayah urban dimana menyebabkan kebutuhan lahan di wilayah pinggiran mengalami kebutuhan yang meningkat, hal ini mengakibatkan kebutuhan lahan untuk permukiman terus meningkat yang artinya berpengaruh terhadap persediaan lahan, dimana akan terjadi alih fungsi lahan terutama untuk lahan pertanian, hal ini dapat menyebabkan terjadinya perubahan kondisi ekonomi sosial masyarakatnya, yang akhirnya dapat mengubah matapencaharian masyarakat.
Masyarakat yang pada awalnya merupakan seorang petani yang kemudian bekerja sebagai non petani karena adanya alih fungsi lahan. Konversi lahan yang terjadi di Kota Semarang salah satunya adalah di Kecamatan Gunungpati dengan konversi lahan yang terjadi secara progresif dan terjadi di wilayah pinggiran Kota Semarang, konversi ini terjadi juga karena adanya sarana jasa pendidikan kampus Universitas Negeri Semarang (UNNES) yang pada akhirnya mengakibatkan adanya alih fungsi di daerah sekitarnya terutama terjadi di lahan pertanian.
Sesuai dengan Perda Kota Semarang No. 13 tahun 2004 mengenai RDTRK BWK VIII yangmana Kecamatan Gunungpati tidak seharusnya dibiarkan untuk terjadi konversi sevara bebas, dimana perdanya memuat tentang penggunaan lahan di sana sebagian besar lahannya adalah peruntuukan lahan peranian dan juga konversi. Di Kecamatan Gunungpati memiliki tingkat alih fungsi lahan ke dalam aktivitas non pertanian selama tahun 1996 sampai tahun 2006 dengan luas sebesar 568,874 ha yang dapat dirata-rata sebesar 56,9 ha per tahunnya.
Jurnal ini memiliki tujuan untuk mengidentifikasi alih fungsi lahan pertanian menjadi lahan non peranian atau lahan terbangun dan juga bagaimana kondisi sosial ekonomi masyarakatnya. Penelitian yang ada pada jurnal ini memilik manfaat dimana Kecamatan Gunungpati adalah area yang menjadi sabuk hijau untuk Kota Semarang yang didominasi oleh lahan pertanian, terkait dengan ketahanan pangan dan keberlanjutan kehidupan penduduk masyarakat, dan ketersediaan RTH atau Ruang Terbuka Hijau.
Penelitian ini dapat menjadi masukan perencanaan di mana merupakan tindakan preventif untuk mencegah terjadinya penggunaan lahan yang terjadi di luar rencana.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H