Pernahkah kamu membayangkan bekerja di satu tempat dalam waktu yang lama? Bayangkan hampir separuh hidupmu, kamu dedikasikan menjalani satu pekerjaan?
Atau pernah bayangkan kamu menjadi pekerja paruh waktu di suatu minimarket dalam waktu yang lama? Kamu bangun tepat waktu. Kamu memakai seragam toko. Kamu mengecek stok barang. Kamu mengecek promo yang ada. Kamu membersihkan kaca-kaca toko. Kamu berinteraksi dengan beragam pelanggan. Â Kamu lakukan itu seakan-akan pekerjaan telah meresap dalam DNA-mu. Pernahkah kamu membayangkannya?
Sayaka Murata mengajak kita ke dalam sebuah cerita yang berbeda dari biasanya dalam novel Gadis Minimarket. Cerita tentang betapa melekatnya seseorang dengan pekerjaannya.
Sinopsis Novel Gadis Minimarket
Novel ini bercerita tentang Furukura Keiko, pekerja paruh waktu di Smile Mart Stasiun Hiromachi. Keiko menjadi pegawai yang displin. Jenjang karirnya yang sudah belasan tahun, membuat Keiko dengan mudahnya mengatur semua hal di dalam toko.
Sudah beberapa kali minimarket itu mengalami pergantian pegawai, tapi Keiko tetap setia bekerja menjadi pegawai paruh waktu. Hal ini tentu menjadi bahan pertanyaan dan kecemasan orang-orang di sekitarnya.
Dari hal inilah, hidup Keiko yang melekat dengan minimarket mulai "terganggu". Keiko berada dalam situasi terhimpit. Dia bahkan harus siap-siap mengucapkan selamat tinggal kepada minimarket yang dicintainya itu.
Penggambaran Tokoh Keiko yang Menarik
Tokoh utama novel ini adalah Keiko. Sayaka Murata menggambarkan Keiko sebagai gadis yang "aneh", "tidak normal" yang seiring berjalan waktu dia menjadi "normal" saat dia bekerja di minimarket. Keiko cenderung workaholic sampai bisa disebut robot.
Di sini, saya melihat bahwa Keiko mendapatkan desakan masyarakat yang menganggapnya tidak normal. Saya juga dapati Keiko digambarkan sebagai tokoh yang berusaha sekali untuk diterima dalam masyarakat. Namun, mirisnya, Keiko tetap dianggap "sakit" karena "tidak normal".
Saat saya membaca novel ini, saya paham dengan situasi Keiko. Tokohnya ini bisa dibilang cukup realistis. Tapi, saya sedikit kaget karena Keiko juga digambarkan sebagai tokoh yang (ini spoiler) susah untuk marah dan kesal terhadap orang lain.
Apalagi saat Keiko bertemu dengan tokoh lain. Saya sebagai pembaca sudah kesal dengan tokoh lain itu, tapi di novel ini Keiko punya cara lain untuk menganggapinya.