Sejak Zaman Nabi Muhammad sudah banyak pertanyaan tentang, apakah islam mengizinkan hal-hal yang indah? Jawaban tersebut tersurat dalam hadist Nabi, "Allah itu maha indah dan menyukai keindahan" (HR. Muslim). dan "Allah sendiri menyebut diri-Nya sebagai seindah-indah pencipta" (QS. Al-Mu'minun 23:14). Dalam surah As-Sajdah (32):7 dinyatakan, "Dialah yang membuat semua yang diciptakan itu indah". Oleh karena itu, apapun yang dipandang baik serta indah dimata manusia, dan muslim khususnya, niscaya Allah memandangnya juga sebagai kebaikan dan keindahan. (Hajir Tajiri, 2015).
Pada zaman penjajahan, lagu-lagu dan pujian-pujian merupakan media yang bisa menumbuhkan ketenangan dan keberanian. Pada zaman Rasulullah Saw, pernah suatu ketika pasukan tentara islam dikalahkan tentara Quraisy sebanyak dua kali. Rasulullah sempat meminta mengumpulkan penyanyi-penyanyi terbaik dan meminta Hindun menjadi lead vocal-nya. Dengan segala rida-Nya pada perang ketiga kalinya, akhirnya dimenangkan pasukan islam (Acep Aripudin, 2009).
Berkaitan dengan seni, musik adalah salah satunya. Dakwah melalui seni musik memang banyak dilakukan oleh islam Indonesia dengan mengusung lirik-lirik keislaman dari berbagai jenis aliran musik, seperti nasyid, kasidah, marawis, dangdut, pop, bahkan musik beraliran keras, seperti rock juga dapat dijadikan media dakwah. Hingga saat ini, masih banyak perbedaan pendapat tentang status musik dan hukumnya dalam dakwah.
Bagaimana sebenarnya hukum penggunaan seni musik  dalam berdakwah? Para ulama islam salaf maupun khalaf mempunyai pemahaman yang berbeda mengenai hukum musik dalam berdakwah, diantaranya:
1.Ulama yang Mengaharamkan
Mereka memahami hal ini dara firman Allah  dalam QS. Lukman ayat 6 yang artinya, "Dan di antara manusia (ada) orang yang mempergunakan perkataan yang tidak berguna untuk menyesatkan (manusia) dari jalan Allah  tanpa pengetahuan dan menjadikan jalan Allah itu olok-olokan. Mereka itu akan memperoleh azab yang menghinakan".
Maksud dari "perkataan yang tidak berguna" ditafsirkan sebagai nyanyian, inilah pendapat sebagian ulama  tentang nyanyian:
Abdullah bin Mas'ud berkata: "Ayat itu (yang dimaksud) adalah nyanyian, demi Allah yang tiada sesembahan kecuali dia".
Imam Malik bin anas berpendapat: "Sesungguhnya yang melakukan dari kalangan itu adalah orang fasik. Jika seseorang membeli budak, lalu ia mendapatkannya sebaga penyanyi, maka ia berhak mengembalikannya dengan alasan cacat".
Ibnu Qayyim al Jauzi: "Sisi penunjukan dalil (keharaman alat musik) bahwa al-ma'zif adalah alat musik semuanya, tidak ada perselisihan para ahli bahasa dalam hal ini. Seandainya itu halal, niscaya nabi tidak mencela mereka terhadap kehalalannya" (Muslim Atsari dalam Acep Aripudin, 2009).
Berdasarkan uraian di atas, sebagian ulama kurang setuju jika musik dijadikan sebagai media  dakwah karena identik dengan huru-hara dan bersenang-senang, seperti berdakwah menggunakan minuman keras, perzinaan, dan pemerasan. Walau tingkat keharamannya berbeda, tetapi yang haram tetaplah haram, tidak mungkinkan untuk dijadikan sarana dakwah yang suci karena Allah.
2.Ulama yang Memperbolehkan
Dalam dakwah islam, seni merupaka bagian dari media dakwah yang bisa menjadi daya tarik bagi pendengarnya, terutama seni suara. Al-Izzu bin Salman mengatakan, "Adapun nyanyian yang baik dapat mengingatkan orang pada akhirat, tidak mengapa bahkan sunnah".
Musik dan nyanyian termasuk ke dalam kategori dzariah yang dasar hukumnya mubah dan mengandung  unsur positifnya lebih besar daripada unsur negatifnya. Karena itu, musik dan nyanyian pada dasarnya mubah (boleh), bahkan hukumnya  bisa meningkat menjadi sunnah atau wajib, tergantung keadaan tingkatan masalahnya.
M. Qurais shihab: "Tidak ada larangan lagu dalam islam. Bukankah ketika Nabi saw pertama kali tiba di Madinah disambut dengan nyanyian. Ketika perkawinan, Nabi juga merestui nyanyian yang menggambarkan kegembiraan. Yang terlarang adalah mengucapkan kalimat-kalimat baik ketika menyanyi ataupun berbicara yang mengandung makna-makna yang tidak sejalan dengan ajaran Islam". (Quraish Shihab, 1999).
Yusuf Qardhawi: "Sebagian dalil yang menunjukkan kebolehan bahwasanya para sahabat suka menyanyi syair-syair pada acara tertentu, seperti pada waktu membangun masjid nabawi dan ketika membuat parit pada perang azhab. Tidak diragukan lagi ketika mendapat syair-syair yang banyak dinyanyikan oleh para pahlawan di medan persng. Mereka membangkitkan semangat dengan syair-syair tersebut, seperti syair yang dinyanyikan oleh Abdullah bin Rawahah pada peperangan Rum di Makkah". (Yusuf Qardhawi, 2001).
Imam Ghazali: "Barangsiapa yang tak haru oleh musim semi dengan bunga-bunganya, atau gambus dengan senarnya, maka komposisi orang tersebut tidaklah sempurna, fitrahnya berpenyakit parah dan tiada obatnya" (Banani Bahrul Hasan dalam Aripudin, 2009).
Dari beberapa pendapat di atas, berdakwah menggunakan media musik sah-sah saja, dengan catatan musik tersebut tidak menyalahi aturan beragama, mengundang syahwat, membuat huru-hara serta tidak berlebihan sehingga mengaburkan eksistensi dakwah yang sebenarnya. Ini merupakan salah satu metode agar dakwah yang disampaikan tidak terkesan kaku dan monoton.
 Ada beberapa pendapat yang menyatakan boleh atau tidaknya kedua hal tersebut, kita saling menghargai beragam pendapat itu dan menganggap perbedaan yang ada bahwa islam sangat kaya dalam ilmu dan beragama
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H