Mohon tunggu...
Indi Khairun Nisa
Indi Khairun Nisa Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi KPI'22 (STAI TebingTinggi Deli)

Menulis adalah bukti bahwa kamu pernah ada dalam peradaban

Selanjutnya

Tutup

Politik

Film Dirty Vote: Gambaran Politik, Kecurangan Pemilu di Indonesia

12 Februari 2024   16:14 Diperbarui: 12 Februari 2024   16:36 131
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Terhitung dua hari menuju Pemilu serentak, di tengah masa tenang ini publik dihebohkan dengan  sebuah film dokumenter berjudul Dirty Vote. Film ini rilis di kanal Youtube PSHK (Pusat Studi Hukum dan Kebijakan) Indonesia, pada Minggu (11/2/2024). Hingga Senin (12/2/2024) pukul 16.10 WIB terpantau video tersebut telah ditonton sebanyak 4 juta kali hanya dalam satu hari.

Film ini disutradarai oleh Dandhy Dwi Laksono, seorang jurnalis Indonesia yang dikenal karena produk-produk jurnalistik berupa buku maupun film dokumenter dengan pendekatan jurnalisme. Dirty Vote  sendiri menjadi film keempatnya yang bertemakan pemilu.

Apa yang membuat film ini begitu heboh? Tentu saja, film berdurasi 1 jam 57 menit ini menggaris bawahi tentang pengungkapan sistem kecurangan politik yang  berpotensi besar terjadi di Pemilu 2024 nanti. Ini juga yang menimbulkan Pro dan Kontra di antara beberapa kubu.


Selain itu, ada tiga pakar hukum tata negara yang turut andil dalam film ini, mereka adalah Bivitri Susanti (salah satu pendiri PSHK), Zainal Arifin Mochtar (dosen,akademikus dan aktivis), dan Feri Amsari (aktivis hukum, dosen dan akademikus Indonesia).

 "Jika anda nonton film ini, saya punya pesan sederhana. Satu, tolong jadikan film ini sebagai landasan untuk anda melakukan penghukuman" (Zainal Arifin Mochtar).

"Saya mau terlibat dalam film ini karena banyak orang yang makin paham bahwa memang telah terjadi kecurangan yang luar biasa, sehingga pemilu ini tidak bisa dianggap baik-baik saja" (Bivitri Susanti).

"Selain diajak oleh figur-figur yang saya hormati, tentu saja film ini dianggap akan mampu mendidik publik betapa curangnya pemilu kita, dan bagaimana politisi telah mempermainkan publik pemilih hanya untuk memenangkan kepentingan mereka" (Feri Amsari).

Beberapa cuitan menohok dari ketiga sosok di atas berhasil mencuri atensi para penonton. Bagaimana tidak, pada menit awal saja khalayak telah disuguhkan oleh pendapat yang cukup menekankan betapa realistisnya film tersebut dengan kondisi Indonesia saat ini. Bahkan pada kalimat terakhirnya, Zainal Arifin Mochtar mengatakan "Film ini adalah monumen, tagihan, monumen yang akan kita ingat bahwa kita punya peranan  besar melahirkan orang yang bernama Jokowi". Kira-kira ada apa dengan nama tersebut? Dan apa hubungannya dengan film tersebut?

Untuk menepis semua rasa penasaran readers akan pertanyaan-pertanyaan tersebut, ada baiknya menonton secara lengkap film Dirty vote.

Terkhususnya para pemilih pemula, kaula muda dengan semangat juang untuk terus mempertahankan eksistensi LUBER (Langsung Umum Bebas Rahasia) dalam Pemilu nanti, film ini dapat menjadi acuan untuk kembali memutuskan dengan akal sehat siapa yang seharusnya menjadi pemimpin Negeri ini untuk kedepannya. 10 tahun bukan waktu yang singkat, dan apakah itu semua belum jelas menggambarkan keadaan Indonesia saat ini? Jika belum, saya ingatkan kembali untuk kita semua menonton film dokumenter Dirty Vote ini, amati, cermati dan pahami pesan-pesan yang terkandung di dalamnya. Jika mendapati adanya kecurangan dalam pemilu nanti, semoga kita dapat bekerja sama untuk melaporkan kepada pihak yang berwajib dan jangan enggan untuk memviralkannya. Jangan golput, karena suara kita berharga.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun