Dalam kamus kehidupan saya, ada beberapa keinginan dan hobi yang memang memerlukan saya untuk lebih banyak menabung ketika berurusan dengan kasus kasusnya. Menjadi seorang audiophile tidaklah mudah, dan perangkat audio, contohnya. Juga bukan hal yang gampang untuk dimiliki.
Beberapa lelaki memang kerap ditemukan memiliki selera berlebih terhadap sesuatu hal, seperti motor, mobil, jam tangan, fesyen, alat alat berat, senjata, atau mainan2 antik yang kadang bikin geleng2 kepala, begitupula dengan saya untuk hal ini. Bagi saya, busana dan penampilan tidak perlu mahal, yang penting adalah ukuran yang tepat dan kerapihan busana si pemakainya.
Dan memang karena aspek busana memberikan saya toleransi yang begitu besar didalamnya. Sering saya temukan, sebuah secondhand savile row bespoke dari london, yang masih sangat berkualitas namun dengan harga yang sangat miring, membuat saya tidak perlu khawatir lagi mengenai selera fashion saya. See?Â
Tapi kalau untuk suitsupply, (sebuah produsen jas) saya rela, spend more money, atau kalau untuk kemeja arrow yang legendaris itu. Tapi ya memang tidak terlalu banyak juga.. Secukupnya saja.
Sama hal nya dengan jam tangan, saya memakai entry level orient/omega pun sudah tidak rewel, dan memang cenderung tidak rewel pada aspek ini. Dengan beberapa juta saja saya sudah mantap menggunakan omega. Nggak pengen juga, beli jaeger atau audemars. High end watch, for what? Nah, kelihatan kan saya memang tidak terlalu hobi pada kedua benda ini, di sisi lain, saya punya dana tidak untuk dibelikan jam tangan saja.
Namun.. Hal ini akan menjadi sangat jauh berbeda ketika berhubungan dengan gigs audio atau perangkat audio yang saya gemari. Bagi saya, karakter, detail, kedalaman, separasi, dan isitlah2 lainnya, yang terdapat dalam sebuah perangkat audio adalah hal yang sangat penting untuk diperhatikan. Ketika berbicara tentang hal ini, sudah tentu, saya juga berbicara tentang produk audio dengan kualitas yang baik, yang dapat menghadirkan dan memenuhi selera saya, seperti yang saya inginkan.
Bagaimana cara saya membandingkan dan menemukan selera saya pada sebuah produk audio. Caranya memang tidak gampang, saya perlu datang dulu ke toko audio, kemudian mengamati dan melihat prosedur yang dijalankan pada saat sebuah lagu sedang dimainkan pada alat audio nya.
Pokoknya, proses menjelaskan nya cukup panjang dan juga cukup rumit, saya pikir. Dengan demikian, saya akan mendengar suara asli si lagu tersebut sebelum akhirnya dimuat dan dijadikan sebagai sebuah musik berformat digital.
Seperti lossless audio, seperti flac, hingga mp3 dengan kompresi data yang sangat parah. Jadi, suara asli dan kenikmatan aslinya tentu saja hilang, detail tidak lagi terasa terdengar, dan beberapa hal lainnya.
*****
Mulai dari entry level, hingga high end audio device. Waktu itu saya ingat, secara tidak sengaja, saya menyentuh, dan memakai sebuah alat, yaitu earphone, dengan digital audio player, amplifier dan beberapa macam tetek bengek yang lainnya. Saat itu, saya sedang berkunjung kedalam sebuah studio milik bapak teman saya.
Seperti lupa dunia, saya terhanyut begitu nikmat ketika mendengarkan musik didalamnya. Sebuah alat bernama jerry harvey audio dengan DAP bernama hifiman dan entahlah, amplifier nya saya lupa apa namanya, sungguh membuat saya tidak pernah lupa ketika pertama kali merasakannya, bahkan sampai sekarang, saya masih ingat rasanya.
Perlahan, saya berjalan kearah bapak teman saya itu, karena memang beliau bekerja di studio, semacam seorang composer, kira kira seperti itulah pekerjaan beliau.
Kemudian saya bertanya,
"Om, ini apa? Kok saya dengar miles davis disini (pada alat audio itu) nikmat sekali rasanya."
"Wahahahahahaha." --Kemudian beliau tertawa lebar.Â
"Kamu baru saja suka itu, ya? Hahahahaha. Itu namanya audio device. Itu punya om, sudah lama belinya."
"Wah.. Ini dipakai buat apa om? Hanya untuk menikmati musik saja?"
"Nggak nau, nggak cuma itu saja. Untuk tuntutan pekerjaan, om memang butuh alat alat itu untuk me-review ulang musik yang sudah om buat agar lebih jelas mengetahui dimana letak kelebihan dan kekurangannya."
Ever since that day, i haven't try any kind of audio device anymore. Industri peralatan audio yang begitu pesatnya berkembang tanpa saya sadari sepenuhnya. Satu hal yang saya lupa waktu itu, adalah menanyakan harga alat alat itu kepada ayah teman saya, yaitu si om.
Saat saya sudah besar, saya tahu ada toko yang menjual audio device seperti ini, yaitu hifi audio dan eBay atau Amazon. Kalau toko offline di indonesia tentu saja hanya ada beberapa yang saya lihat.
Maka saat saya mencicipi apple ipod, saya tahu rasanya, ipod itu lumayan enak suaranya, dengan wolfson audio chips nya yang pada saat itu kayaknya lumayan ngetren, tetapi jika dibandingkan dengan hifiman, sony walkman, atau astell & kern, tentu saja akan kalah sangat jauh. Kelas nya juga berbeda. iPod untuk semua orang, sedangkan astell & kern tidak semua orang tahu.
Saya nggak begitu paham detail dan komponen pada ipod. Namun saya memerlukan alat audio yang mumpuni sebagai penyalur musik yang nikmat itu tadi. Jadi keduanya akan menjadi jelas saat saya menempelkannya di kedua kuping saya.
Menjadi audiophile memang tidak mudah, dalam perspektif dan skala saya, akan membutuhkan sekitar tiga puluh juta rupiah untuk mencapai kepuasan yang dapat dikatakan lumayan. Dengan hifiman, jerry harvey, grado dan alat alat lainnya yang lumayan memuaskan. Saya tidak bisa membayangkannya, kecuali saya sudah mencobanya.
ID, 2011
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H