"Kita semua sangat memahami bahwa adzan adalah panggilan suci bagi umat Islam untuk melaksanakan kewajiban salat mereka. Namun, apa yang saya rasakan barangkali juga dirasakan oleh orang lain, yaitu suara adzan yang terdengar sayup-sayup dari jauh terasa lebih merasuk ke sanubari dibanding suara yang terlalu keras, menyentak, dan terlalu dekat ke telinga kita," urai Boediono. (Media Indonesia)
Pernyataan Boediono diatas seperti menyiratkan pernyataan yang telah disusupi oleh pihak-pihak yang memang selama ini dikenal mengusung paham sekularisme, liberalisme, humanisme dan topeng yang bernama hak asasi manusia. Bahwa dalam kampanye mereka selama ini hendak dan bertujuan untuk memisahkan antara kehidupan beragama dan kehidupan bernegara. Mereka menginginkan bahwa negara tak perlu ikut campur-tangan dalam urusan agama dan membiarkan hal tersebut masuk kedalam ruang privat masing-masing pemeluknya.
Tetapi pada prakteknya kelompok-kelompok yang sejatinya memang sangat anti terhadap islam tersebut, menggunakan cara-cara yang tidak elegan melalui tangan penguasa dengan menelan ludah mereka sendiri terkait pernyataan yang sering terlontar bahwa negara tak perlu ikut campur soal agama. Keluarnya pernyataan Wapres Boediono tersebut adalah bukti tidak konsistennya mereka terhadap apa yang mereka suarakan selama ini.
Terlepas dari itu semua, soal suara adzan yang harus terdengar pelan-pelan (sayup-sayup) atau keras-keras dalam pernyataan Wapres Boediono, penulis punya keyakinan yang sampai hari ini masih dipegang teguh bahwa suara adzan yang terdengar memang tidak boleh keras-keras apalagi sayup-sayup!.
Mengapa?
Karena islam tidak mensyariatkan bahwa adzan harus terdengar keras-keras ataupun sayup-sayup, tetapi suara adzan haruslah terdengar seperti teks adzan dibawah ini :
sumber teks
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H