Hukum yang tumpul keatas dan tajam kebawah jelas bukan harapan semua elemen bangsa ini. Persamaan dalam hukum jelas menjadi harapan yang kian semu dinegara yang berslogan “negara hukum” ini. Ketika aparat penegak hukum itu sendiri menjadi pelanggarnya!.
Sosialisasi tentang pentingnya para pengendara untuk mematuhi peraturan lalu lintas Pasal 283 jo pasal 106 (1) yang berbunyi , mengemudi tidak wajar, yaitu : - Melakukan kegiatan lain saat mengemudi -Dipengaruhi oleh suatu keadaan yang mengakibatkan gangguan konsentrasi dalam mengemudi di jalan
Pasal tersebut diatas kemudian diejawantahkan salah satunya dengan pelarangan penggunaan handphone saat berkendara seperti yang tertera dalam isi spanduk diatas.
Spanduk, penyuluhan, iklan ditelevsi, radio maupun media massa cetak dan online mengenai aturan lalu lintas tersebut tentu pernah kita lihat, baca dan dengar. Tak terkecuali anggota kepolisian itu sendiri, yang seharusnya menjadi penegak dan panutan atas aturan yang telah dibuat oleh institusinya tersebut.
Imbas dari minimnya panutan dari aparat penegak hukum khususnya dari kepolisian jelas akan berpengaruh besar terhadap tertib sipil. Semakin banyak aparat kepolisian yang melanggar hukum, akan semakin besar pembangkangan dan sikap acuh dari masyarakat. Sehingga akan menurunkan kredibilitas dan tingkat kepercayaan masyarakat terhadapnya.
Kalau sudah terjadi demikian kekacauan-kekacauan yang terjadi dimasyarakat akan terus terjadi dan berulang, sehingga tidak terjadi efek jera. Karena tokh aparat kepolisian juga ikut melanggar atas aturan yang telah dibuatnya. Masyarakat pada titik tertentu hanya akan taat ketika “penegak hukum” ada dihadapan saja. Tetapi bila tidak ada yang mengawasi maka aturan dengan sanksi seberat apapun akan dilanggar oleh masyarakat.
Sampai kapan penggembosan aturan hukum ini dilakukan oleh”oknum” kepolisian itu sendiri?. Baik dari skala ecek-ecek seperti foto pelanggaran diatas hingga mafia hukum untuk kasus-kasus besar yang ditangani oleh KPK yang menyeret petinggi kepolisian.
sumber :