Reformasi yang terjadi pada tahun 1998 memberikan harapan baru terhadap mekanisme demokrasi yang berlaku di Indonesia. Salah satu harapan baru di bidang pemerintahan adalah jaminan kebebasan di dalam berekspresi melalui partai politik, yang berarti setiap kelompok berhak untuk membentuk dan mendirikan partai politiknya sendiri. Sejak tahun 1998, telah berdiri ratusan partai politik yang memperoleh pengesahan sebagai badan hukum akan tetapi hanya beberapa partai politik yang memiliki kesempatan untuk mengikuti pemilu. Akan tetapi, banyaknya partai politik yang terbentuk dan mengikuti pemilu belum bisa menjalankan fungsi-fungsinya dengan baik. Partai politik sebagai salah satu pilar demokrasi memiliki fungsi untuk memperjuangkan aspirasi rakyat dan melakukan pendidikan politik bagi masyarakat belum dijalankan secara penuh. Bahkan citra partai politik ditengah masyarakat semakin memburuk karena kasus-kasus yang melibatkan kader-kader nya. Pada akhirnya yang terjadi adalah partai politik yang ada ditengah-tengah masyarakat kemudian mengecewakan masyarakat karena tidak lagi memperjuangkan masyarakat dan lebih memprioritaskan kepentingan partai dan elit-elit nya.
 Partai politik era reformasi menjelma menjadi bentuk oligarki di dalam menjalankan fungsi-fungsinya. Salah satu penyebab mengapa partai politik berubah menjadi oligarki yaitu kartelisasi yang terjadi di dalam partai politik. Menurut Katz dan Mair, telah muncul model partai politik baru yang menjadikan partai politik sebagai profesi ataupun ladang mencari uang. Model partai politik ini kemudian disebut sebagai Partai Politik Kartel. Partai Politik Kartel menggunakan negara sebagai sumber daya utama mereka untuk mengumpulkan kekuatan. Dengan tujuan tersebut Partai Politik Kartel tidak berusaha untuk mendekatkan diri dengan masyarakat, akan tetapi partai politik kartel menjadikan kedekatan dengan pemerintah menjadi prioritas mereka.
Partai Politik Kartel saat ini lebih kreatif di dalam menunjukkan eksistensinya. Partai Politik Kartel saat ini merupakan hasil dari kerjasama antar partai politik yang memiliki posisi di dalam pemerintahan untuk mengendalikan dan mewujudkan kepentingan-kepentingan mereka. Singkatnya, jika zaman dahulu setiap partai berusaha menjadi yang paling dominan dengan berusaha untuk mendapatkan seluruh bagian kue, saat ini setiap partai bekerjasama untuk mempertahankan kekuasaan dengan membagi kue secara rata. Pertanyaan yang kemudian muncul yaitu, kenapa partai politik rela membagi bagiannya dengan partai yang lain ?. Jawabannya yaitu longlasting. Dengan bekerjasama, setiap partai politik yang berkoalisi akan mendapatkan kepentingannya secara terus menerus tanpa harus takut kehilangan posisinya. Oleh karena itu, situasi yang tercipta saat ini yaitu setiap partai politik menciptakan ekosistem yang mapan untuk mempertahankan kekuasaan mereka tanpa perlu memikirkan konflik satu sama lain. Sistem kerja partai politik kartel ini berdampak negatif bagi negara dengan pelestarian praktik korupsi politik.
Salah satu penyebab dari terciptanya partai politik kartel yaitu kepentingan tiap-tiap partai untuk menjaga kelangsungan kemapanan kolektif partai politik. Kelangsungan kemapanan tiap partai ditentukan oleh kepentingan bersama tiap partai untuk menjaga sumber daya yang ada yaitu pemerintah. Sumber daya yang dimaksud yaitu proyek-proyek pemerintah dan belanja negara. Akses terhadap sumber daya negara ini hanya bisa dilakukan jika tiap-tiap partai memiliki delegasi dalam jabatan pemerintah dan parlemen. Dari sini kita dapat melihat jelas bahwa kelompok oligarki yang sebelumnya menjadi musuh negara memperlebar sayapnya dengan memainkan peran di dalam pemerintahan dan negara. Singkatnya, oligarki-oligarki yang ada secara perlahan membentuk sebuah kelompok yang lebih "sah" untuk mempertahankan kekuasaan dan mencapai tujuan-tujuan mereka yaitu partai kartel itu sendiri.Â
Pada akhirnya, kartelisasi partai politik ini akan membawa Indonesia kepada kondisi yang jauh lebih parah dari sebelumnya. Ketika masa Orde Baru kita diperlihatkan siapa sosok antagonis di dalam Pemerintah. Di masa sekarang tentu akan lebih sulit karena sosok antagonis dan protagonis di dalam pemerintah meleburkan diri menjadi satu kubu. Ketika hal ini terus terjadi maka tidak ada lagi check and balances di dalam negara, tidak ada lagi oposisi dan semuanya akan menjadi abu-abu. Kita sebagai masyarakat sipil hanya bisa menjadi penonton dari ganas nya kartelisasi partai yang terjadi. Kepentingan masyarakat sipil akan sulit untuk menembus parlemen dimana parlemen sendiri telah dikuasai oleh elit-elit partai yang menjalankan sistem kartel.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H