Mengapa Harus Memberi Sebatang Rokok Untuk “Arwah” Emen di Tanjakan Maut Subang!
Tanjakan maut “Emen” yang berada di wilayah perbatasan Bandung-Subang sudah akrab di telinga para sopir atau pengendara mobil. Jalan di tanjakan maupun turunan ini menghubungkan daerah wisata Tangkuban Perahu dan pemandian air panas di Ciater
Baru-baru ini “Emen” memakan korban (lagi) pelajar yang sedang berdharmawisata pulang dari Tangkuban Perahu ke Jakarta busnya terguling. 9 (sembilan) orang korban tewas. Tidak diketahui apakah kondisi sopir tidak fit atau kendaraan yang tidak laik jalan.
Di tanjakan Emen hampir setiap waktu selalu terjadi kecelakaan, korbannya baik wisatawan asing maupun domestik yang sedang piknik. Jalan yang secara visual berkelok dapat menipu mata seolah-olah jalan lurus.
Kondisi alam yang ekstrim, kadang hujan dan berkabut serta elevasi jalan mencapai 45-50 derajat memerlukan konsentrasi ekstra pada waktu mengemudi. Jika jendela mobil dibuka akan terasa bau belerang yang tertiup angin dari kawah tangkuban perahu.
Namun yang menarik adalah kisah nama tanjakan “Emen”. Nama ini hanyalah julukan warga sekitar untuk mengingat adanya korban kecelakaan konon bernama “Emen”.
Kisah tanjakan “Emen” ini lama-kelamaan menjadi legenda dan mitos angker setiap terjadi kecelakaan disekitar tempat ini.
“Emen”konon nama seorang pria korban kecelakaan yang jasadnya dibuang begitu saja di semak belukar di lokasi kecelakaan. Mitos soal si Emen muncul setiap ada kejadian kecelakaan di kawasan ini. Konon arwahnya menuntut balas karena jasadnya tidak mendapat perlakuan yang wajar.
Adanya legenda dan mitos angker tersebut, setiap sopir yang melewati tanjakan Emen selalu melempar sebatang rokok (konon)untuk “arwah” si Emen. Entah percaya atau tidak “ritual” ini dilakukan dan dipercaya para sopir angkutan atau bus.
Mengapa harus rokok? Sekali lagi, konon kabarnya Emen merupakan sopir yang setiap mengemudi mobil senang menghisap merokok.
Minggu lalu, saya melewati tanjakan “Emen” bersama rekan-rekan cewek ABG kinyis-kinyis. Dalam suasana rintik hujan mobil parkir di tepi jalan tempat penjual jagung bakar. Kami menikmati jagung bakar sambil bercanda ria.
Ketika melewati tanjakan “Emen”, berhubung kami aktifis anti rokok maka kami mohon maaf kepada “Emen” karena tidak dapat mempersembahkan sebatang rokok. Melewati tanjakan “Emen” kami mendoakan agar arwah “Emen” tenang dan diterima disisi-NYA. Dan bagi yang menabrak diampuni dosanya.
Perjalanan akhirnya dapat dilalui dengan aman dan lancar. Ingat tanjakan Emen, saya menjadi teringat dengan lagu pop rock lama berjudul “Emen” yang dilantunkan penyanyi asal Bandung Yosie Lucky.
“EMEN”
Duh Emen
Mengapa hidup ini sengsara Emen
Sejak aku ditinggal dirimu Emen
Hatiku jadi merana
Duh Emen
Mengapa kau mau di kawinkan Emen
Hidupku tersahancur lebur Emen
Hatiku jadi terluka
Maunya sih aku bunuh diri Emen
Beli racun tikus dapat ngutang Emen
Tapi aku masih ingin hidup Emen
Biar sakit hati ini
Mau nekat aku gantung diri Emen
Pakai tali kolor warna hitam Emen….dst….dst
Tanjakan Emen memang tidak ada hubungannya dengan lagu tersebut. Tahun 1992-an, artis Yosie Lucky (kini menjadi ibu rumah tangga solehah) melantunkan pop rock yang agak kocak berjudul “Emen”. Lagunya sungguh menghibur, bunuh diripun pakai tali kolor.
Ini kontras sekali dengan kisah tanjakan “Emen”yang sering memakan banyak korban. Semoga Emen tidak menjadi kambing hitam. Duh Emen!!!
Salam dari Indira. Salam Kompasiana!!!
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI