Kompasiana Nangkring “Special” Bareng BI
Hampir setiap hari, beberapa kali Admin Kompasiana memasang Headline (HL) bertajuk “Kompasiana Nangkring”, mulai nangkring dengan BKKBN, nangkring fiksiana, nangkring IIBF 2014 dan nangkring lainnya.Dalam salah satu kegiatannya, Kompasiana nangkring special bareng Bank Indonesia (BI) membahas Stabilitas Sistem Keuangan (SSK) yang diadakan di tiga kota, yaitu Medan, Balikpapan dan Yogyakarta. Kegiatan seperti ini sangat positif dan bermanfaat untuk menambah wawasan.
Terkait hal tersebut, saya punya catatan ringan tentang BI. Sebagai warga biasa dan ingin berkontribusi saya mencoba memberi pandangan dari sudut pandang orang awam. Tulisan ini bukan untuk tujuan mengikuti lomba blog yang diadakan kompasiana namun hanya sekedar tulisan ringan dan diharapkan bermanfaat. Ini catatan saya:
1.Fungsi sebagai lender of the last resort, maka BI harus dapat menyediakan dana untuk kebutuhan likuiditas jangka pendek bank/lembaga keuangan, baik dalam kondisi normal maupun ‘darurat’. Singkatnya untuk menangani pembiayaan darurat yang berdampak sistemik BI harus punya dana untuk dapat membeli aset (surat berharga) yang dimiliki bank yang kesulitan likuiditas.Tentu saja aset yang dibeli harus yang berkualifikasi baik dan mudah dicairkan atau diperdagangkan. Ini untuk menjaga supaya jangan sampai aset yang ‘dibeli’ BI nilainya rendah atau bahkan tidak mempunyai nilai sama sekali. Kita harus belajar dari kasus BLBI masa lalu ketika menghadapi krisis tahun 1997/98.
2.Untuk melakukan pencegahan dan penanganan krisis, perlu koordinasi yang baik antar berbagai sektor. Pembagian tugas dan kewenangan antara BI, OJK, Kemenkeu, dan LPS dalam skema penanganan dan pencegahan krisis harus jelas.Sejak adanya UU Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terdapat pemisahan bank sentral dengan lembaga pengawas. Perlu adanya aturan dan mandat yang tegas pada beberapa institusi seperti OJK dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) agar tidak ada tumpangtindih kewenangan atau saling lempar tanggungjawab jika terjadi krisis. LPS sendiri menjamin simpanan nasabah penyimpan dan turut aktif dalam memelihara stabilitas sistem perbankan sesuai kewenangannya. Sedangkan peran Kementerian Keuangan tetap harus dilibatkan karena Menteri Keuangan merupakan pengelola fiskal. Selama ini telah ada forum koordinasi stabilitas sistem keuangan (KSSK). Keberadaan forum ini seharusnya dapat lebih aktif dan efektif dalam bekerja dan mengkoordinasikan kebijakan-kebijakan yang dilakukan, sehingga tidak saling menyalahkan, seperti ketika muncul pemberian dana talangan atas kasus bank century. Forum seperti KSSK perlu di-empowering lagi.
3.Perlu dirumuskan secara proporsional kewenangan BI untuk mendapatkan akses data dan informasi dalam menunjang pelaksanaan tugasnya. BI harus mempunyai ‘keleluasan’ mengakses data di bank yang berada dalam ‘pengawasannya’. Namun demikian perlu ada pembatasan jangan sampai berbenturan dengan UU lain terkait kerahasiaan dalam melakukan akses, seperti dengan UU Keterbukaan Informasi Publik.
4.Ketentuan maupun UU BI saat ini menurut hemat saya sudah harus dilakukan penyesuaian-penyesuaian sesuai dengan perkembangan sektor keuangan yang bergerak dengan cepat. Kewenangan BI terkait pengaturan dan pengawasan makroprudensial harus diuraikan secara terperinci. Demikian pula struktur organisasi BI perlu ada pemisahan antara pembuat kebijakan dan pelaksana kebijakan agar tercipta tata kelola yang baik dan struktur yang lebih efisien.
Sekian pandangan singkat saya tentang kompasiana nangkring bareng BI. Semoga dalam menjaga stabilitas keuangan, pemerintah mempunyai landasan yang kuat agar tidak ada yang menjadi ‘korban’ permainan politik seperti yang dialami Sri Mulyani dalam kasus Bank Century.
Salam Kompasiana !!!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H