Mohon tunggu...
Indira Revi
Indira Revi Mohon Tunggu... -

Simple Life...Simple Thought...

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Sisa Reruntuhan Masjid Pecinan Tinggi

7 Februari 2019   23:56 Diperbarui: 8 Februari 2019   01:26 171
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sisa reruntuhan masjid pecinan/dokpri

Reruntuhan Masjid Pecinan Tinggi yang wujudnya sudah tidak jelas ini berlokasi di kampung Pecinan, Banten Lama. Banten dahulunya dikenal sebagai kota pelabuhan dan perdagangan. Saudagar dari Arab dan Cina sering berlabuh dan bertransaksi dagang dijalur ini.

Jika tidak ada keterangan cagar budaya situs Pecinan Tinggi, pengunjung atau wisatawan tidak akan mengetahui bahwa di kawasan ini dahulunya berdiri sebuah masjid bersejarah

Tidak jauh dari reruntuhan masjid ini terdapat klenteng atau Vihara Avalokitesvara yang berdiri sejak abad ke-16. Vihara  ini dikenal sebagai salah satu vihara  tertua di Indonesia. Keberadaan vihara ini diyakini merupakan bukti bahwa pada masa itu penganut agama yang berbeda dapat hidup berdampingan dengan damai tanpa konflik.

Muara Pelabuhan Karangantu Banten Lama/dokpri
Muara Pelabuhan Karangantu Banten Lama/dokpri
Masjid Pecinan Tinggi merupakan masjid pertama yang dibangun di Banten lama untuk kepentingan beribadah kaum imigran Cina yang tinggal di kawasan tersebut. Masjid ini dibangun masa Sultan Syarif Hidayatullah tahun 1522-1570 yang istrinya juga berasal dari Tiongkok.

Dalam sebuah penelitan diperkirakan bangunan utama masjid berukuran 12.5 m x 12.5 m, tinggi menara sekitar 10.8 m. Adapun bangunan menggunakan material bata merah dan pondasi dari batu karang.

Sisa reruntuhan masjid pecinan/dokpri
Sisa reruntuhan masjid pecinan/dokpri
Kini, Masjid Pecinan Tinggi tinggal menyisakan puing fondasi saja. Namun ini sudah membuktikan, akulturasi sudah berlangsung sejak berabad lalu di bumi nusantara. Proses akulturasi budaya nusantara dan Cina telah berlangsung sejak abad ke-2.

Agak mengherankan jika di masa sekarang masih ada orang yang selalu mempertentangkan masalah etnis dan budaya di republik tercinta ini. Apalagi sampai dibawa ke ranah politik.

Sekilas catatan perjalanan. 

Salam Malam Salam 00:00.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun