Mohon tunggu...
Indira Revi
Indira Revi Mohon Tunggu... -

Simple Life...Simple Thought...

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Makam Cut Nya' Dhien Terawat Baik di Sumedang

10 Juli 2016   07:40 Diperbarui: 10 Juli 2016   08:42 318
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Juru kunci makam Cut Nya' Dhien /dokpri

Mumpung sedang silaturahim dan jalan-jalan di Sumedang sesudah lebaran 1437 H, rasanya gak afdol kalau nggak mampir dan  berziarah ke makam pahlawan nasional asal Aceh yang wafat dan dimakamkan di pemakaman  Gunung Puyuh Sumedang yang hanya berjarak 2 km dari pusat Kota Sumedang. Setelah menjejakkan kaki di kompleks pemakaman, aku pun memohon ijin kepada juru kunci makam untuk memasuki bangunan makam Tjut Nya' Dhien yang kondisinya terawat baik, rapi dan bersih. Renovasi dan pembangunan makam yang masih terawat baik ini sepenuhnya berkat bantuan pemerintah daerah Aceh.

Pemakaman Gunung Puyuh Sumedang / dokpri
Pemakaman Gunung Puyuh Sumedang / dokpri
Setelah mengisi buku tamu dan meminta izin mengambil gambar, aku pun berdoa sejenak untuk arwah pahlawan yang telah berjuang melawan Belanda demi kemerdekaan bangsa Indonesia. Tjut Nya' Dhien meninggal  tanggal 6 November 1908 dalam usia 60 tahun karena sakit menahun, setelah di tangkap tentara Belanda dan di asingkan ke Sumedang. Teuku Umar,  suami Cut Nya' Dhien yang juga pahlawan nasional telah meninggal lebih dahulu dalam pertempuran melawan Belanda. Cut Nya' Dhien sebelumnya juga pernah menikah dengan Teuku Cek Ibrahim Lamnga yang juga tewas dalam pertempuran melawan Belanda di Gle Tarum Aceh tahun 1878.

Di waktu-waktu tertentu makam Cut Nya' Dhien di Sumedang ramai dikunjungi, baik untuk ziarah wisata, tugas karya ilmiah para pelajar sekolah maupun sarasehan yang dilakukan kelompok masyarakat asal Aceh. 

Di sekitar makam Cut Nya' Dhien terdapat makam keluarga / ahli waris KH Sanoesi yang dulu merawat Cut Nya' Dhien semasa hidupnya. Di Sumedang sendiri Cut Nya' Dhien hanya hidup menetap selama 2 tahun sebelum akhirnya meninggal dunia. Beliau cukup berjasa dan dihormati masyarakat karena merupakan ahli agama karena sempat mengajarkan ilmu mengaji bagi warga setempat. Cut Nya' Dhien mendapat gelar pahlawan nasional yang diberikan oleh Presiden Sukarno pada tahun 1964.

dokpri
dokpri
 

dokpri
dokpri
Di salah satu monumen yang dibuat pemerintah daerah Aceh tertulis sejarah singkat tentang Cut Nya' Dhien, yaitu: "Bangsa yang besar adalah bangsa yang mau menghargai pahlawannya dan kemudian meneruskan cita-cita perjuangannya. Cut Nya' Dhien adalah pahlawan nasional yang dilahirkan di Aceh tahun 1848, putri dari Teuku Nanta Seutia. Selama hidupnya Cut Nya' Dhien telah berjuang mati-matian sebagai seorang pahlawan putri yang setia disamping suaminya Teuku Umar. Beliau ikut bergerilya masuk hutan keluar hutan menentang penjajahan Belanda dalam perang Belanda di Aceh yang terkenal dari tahun 1873-1906. Setelah suaminya wafat Cut Nya' Dhien meneruskan perang jihad memimpin perjuangan sehingga beliau tertawan Belanda pada tanggal 6 November 1905, itupun atas informasi pengawalnya yang sudah tidak tega melihat kondisi Cut Nya' Dhien yang buta dan sakit-sakitan. 

Selanjutnya pada tahun 1906 Cut Nya' Dhien dibuang ke Sumedang (Jawa Barat) disertai pengawalnya Panglima berumur 50 tahun dan Teuku Nana (berumur 15 tahun). Belanda menyerahkan Cut Nya' Dhien kepada Kanjeng Dalem Pangeran Aria Soeryaatmadja (Bupati Sumedang). Kemudian Kanjeng Dalem memanggil KH Ilyas, Imam Besar Masjid Agung Sumedang dan menyarankan agar Cut Nya' Dhien ditempatkan di rumah Hj Soleha, yang terletak dibelakang Masjid Agung. Kanjeng Dalem bertanggungjawab penuh selama Cut Nya' Dhien berada di Sumedang, sehingga segala kebutuhan sehari -hari dan kesehatannya sangat diperhatikan.  

Hal ini karena Kanjeng Dalem Pangeran mengetahui sepak terjang perjuangan Cut Nya' Dhien di Aceh, yang tidak mau bertemu dengan pemerintah Belanda, apalagi menerima pemberian mereka. Cut Nya' Dhien juga tidak mau tinggal diam walau dalam keadaan buta dan sakit-sakitan, sehari-harinya beliau mengaji dan tidak pernah keluar rumah. Dengan menguasai ilmu agama dan hafal Alquran, banyak anak-anak kaum dan masyarakat sekitarnya belajar mengaji dan ilmu agama, sehingga Cut Nya' Dhien dianggap sebagai ibu suci oleh masyarakat sekitarnya. 

Kanjeng Pangeran Soeryaatmaja kemudian memberi gelar Cut Nya' Dhien sebagai ibu prabu (ibu ratu) selain srikandi nasional. Cut Nya' Dhien dirawat oleh KH Sanoesi yang dikenal sebagai guru agama, kemudian diteruskan oleh putranya H Hoesna. Kesehatan Cut Nya' Dhien semakin lama semakin menurun sehingga wafat pada usia 60 tahun pada tanggal 6 November 1908 dan dimakamkan di tanah pemakaman keluarga KH Sanoesi. Semoga Allah SWT memberi rahmat kepada arwah suci pahlawan putri yang amat berjasa dan setia ini serta memberi rahmat kepada orang-orang yang telah berjasa merawat dan melindungi di masa pembuanganya. Aamiin."

Juru kunci makam Cut Nya' Dhien /dokpri
Juru kunci makam Cut Nya' Dhien /dokpri
Mudah-mudahan generasi muda masih mengingat dan mengenal Cut Nya' Dhien dan mengenang jasa dan perjuangannya melawan penjajahan Belanda sehingga bangsa Indonesia dapat menikmati kemerdekaan seperti saat ini. Semoga syurga bagi para syuhada yang  telah  berjuang demi agama dan bangsanya.

Inilah sekilas catatan ringan saat ziarah wisata ke makam salah satu pahlawan nasional. Cut Nya' Dhien, pahlawan wanita yang layak untuk dikenang!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun