Naik pesawat terbang sesungguhnya mengasyikan, namun bila perjalanan menempuh waktu yang lama sungguh menjemukan. Hiburannya hanyalah membaca majalah / koran, main game, nonton video, jepret-jepret dan melihat-lihat awan di luar pesawat atau tidur karena mengantuk.
Dokpri
Untuk mengisi waktu luang di udara sampai pesawat mendarat, saya mencoba menulis dan mengomentari menu yang disajikan di atas pesawat.
Bagi yang pernah bepergian naik pesawat terbang, tentu pernah menikmati menu yang disajikan oleh kru pesawat. Kalau diperhatikan dan dipandang menu yang disajikan terlihat lezat. Apalagi penyajian menunya cukup menarik dengan menggunakan dus warna-warni atau dari alumunium foil dengan disertai pelayanan pramugarinya yang cantik dan ramah.
Pramugari umumnya menyajikan setelah pesawat berada dalam kondisi stabil di udara, kita-kira sesudah di ketinggian 30.000 ribu kaki. Dengan menggunakan troli pramugari menawarkan makanan dan minuman kepada penumpang. Bagi saya, walaupun perut terasa lapar namun selera makan tidak terlalu lahab. Makanan yang tersaji terasa seperti 'hambar'. Mengapa?
Ternyata di ketinggian tersebut kelembaban udara sangat kering sehingga mempengaruhi selera makan.
Indera perasa kita untuk menikmati rasa manis ataupun rasa asin berkurang ketika berada dalam kabin yang bertekanan rendah.
Inilah yang menyebabkan makanan dan minuman yang disajikan di dalam pesawat citarasanya berbeda ketika dimakan di udara.
Disamping itu adanya faktor psikologis, makan di pesawat tidak se-rileks dan sesantai menyantap hidangan di meja makan atau makan di rumah sendiri. Makan di atas udara ada rasa was-was dan deg-degan karena sewaktu-waktu ada pengumuman perubahan cuaca dari kru pesawat.
Saat ini untuk penerbangan domestik kelihatannya hanya maskapai penerbangan bumn yang masih menyediakan makanan di pesawat!