Pasar Seni ITB 2014: “Antara Aku, Kita dan Semesta”
Jarak yang tidak terlalu jauh antara tempat tinggalku dengan kampus ITB di jalan Ganecamengantarkan langkahku menikmati Pasar Seni ITB 2014. Pasar seni yang diselenggarakan oleh mahasiswa Fakultas Seni Rupa dan Desain (FSRD) ITB sebenarnya telah dilangsungkan pertamakali sejak tahun 1972, dengan salah satu penggagas acara yaitu AD Pirous.
Untuk mengelola suatu pasar seni dan membawa nama besar ITB bukanlah pekerjaan mudah. Apresiasi dan acungan jempol pantas diberikan kepada para mahasiswa seni rupayang berhasil mempersiapkan acara dengan baik dan membuat berbagai instalasi untuk ditampilkan dalam pameran ini. Kegiatan seni rupa ini sejak dilaksanakan pertama kali empat puluh dua tahun silam, selalu memberi ‘impact’ bagi perkembangan karya seni di Indonesia. Kali ini pameran menampilkan tema yang penuh filosofis yaitu “Antara Aku, Kita dan Semesta”.
(dokpri: unit menempa "Parang" ITB)
Dalam pengamatanku pengunjung yang hadir sejak pagi hingga sore hari silih berganti dan diperkirakan mencapai ratusan ribu pengunjung. Tampil dalam acara ini berbagai komunitas, seniman dan delegasi dari berbagai institut dan universitas. Acara yang diselenggarakan setiap empat tahun sekali ini menarik untuk dikunjungi. Bahkan dari berbagai lapisan masyarakat berbondong-bondong meramaikan acara ini. Pengunjung bukan hanya berasal dari kota Bandung, namun juga berasal dari luar kota dan manca negara.
Namun, sayang sekali pameran yang menarik ini tidak didukung oleh cuaca yang baik. Bandung, sejak pagi hari hingga sore hari ini masih diliputi mendung dan hujan. Beberapa kali acara hiburan yang ditampilkan di atas panggung terhenti karena turunnya hujan. Walaupun demikian masyarakat tetap antusias untuk menyaksikan pasar seni yang hanya berlangsung sehari ini.
Aku sendiri tidak dapat ‘menikmati’ pasar seni ini dengan baik, karena riuh dan padatnya manusia serta iringan hujan yang tiada henti. Aku tidak menemukan ‘ruh’ dalam pameran seni kali ini, sebagaimana yang biasa aku saksikan ditempat lain. Aku tidak dapat memanjakan mata dan nalarku karena suasana yang tidak mendukung. Akhirnya aku pulang sebelum waktunya. Andaikan kita ingin memiliki pasar seni yang modern, perlu adanya standar yang tinggi dan 'berkelas'. Mudah-mudahan acara berlangsung dengan sukses sampai akhir acara.
Sekedar informasi jalan dikawasan Dago dan sekitarnya macet total hingga tulisan ini diposting. Bagi yang melewatinya harap bersabar saja!!
Salam Kompasiana .
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H