Helo, traveler… Akhirnya Kamis malam, 27 Januari 2011 lalu saya menginjakkan kaki di Bandara Selaparang, Mataram, Nusa Tenggara Barat. Setelah satu hari sebelumnya transit ke kota Malang sekaligus menjemput Mba Evie, sahabat saya yang juga berlibur ke Lombok bersama saya. Sampai saat ini, keindahan Pulau Lombok masih terus terbayang di pikiran saya. Beautiful paradise in West Nusa Tenggara. Gili adalah salah satu pulau yang sejak beberapa tahun lalu ingin sekali saya kunjungi. Berita tentang cuaca dan ombak yang sedang tidak bersahabat ketika itu sebenarnya membuat saya agak khawatir, namun tekad menginjakkan kaki serta melihat keindahan Lombok membuat saya tetap bertekad berangkat ke Lombok meskipun sedang beredar banyak berita tentang cuaca buruk di Gili saat itu, bahkan beberapa kali penyebrangan dari Bangsal pun ditutup karena cuaca buruk. Jumat pagi, 28 January 2011, saya, Mba Evie beserta teman kami di Lombok yang bernama Evi juga beserta suami dan dua orang anaknya dan juga beberapa teman, kami berangkat ke Pulau Gili pagi hari. Dari kota Mataram menuju Pelabuhan Bangsal ditempuh dengan jalan darat sekitar 60 menit. Kami melewati Hutan Pusuk. Di sana terlihat pemandangan Gili Island dari kejauhan dan monyet–monyet berkeliaran di hutan yang masih sangat asri itu. Kami sempat berhenti di Hutan Monyet Pusuk dan bermain bersama monyet–monyet di sana yang sangat aktif mendekati pengunjung, bahkan makanan yang saya pegang sempat direbut oleh satu monyet kecil yang lucu. Konon ada seekor monyet yang berwarna putih di sana namun jarang sekali terlihat oeh pengunjung. Setelah bermain dengan monyet, kami melanjutkan perjalanan menuju Pelabuhan Bangsal. Udara sejuk membuat kami tidak perlu menyalakan AC mobil dan menikmati angin sepoi-sepoi dengan jalanan berkelok. Begitu sampai di Pelabuhan Bangsal, tempat di mana kami akan menggunakan angkutan umum yaitu perahu motor untuk menyebrang ke Gili Island yang sudah dapat terlihat cukup jelas dari Bangsal. Kami sangat beruntung karena cuaca cerah, matahari bersinar terang dan anginpun bertiup tidak terlalu kencang. Sunglasses dan sunblock serta pakaian yang nyamanlah yang sudah wajib dipakai ketika berkunjung ke Lombok. Penyebrangan kami dari Bangsal ke Gili pun berjalan lancar. Hanya dibutuhkan waktu kurang lebih 20 menit untuk ke Gili Air, 35 menit ke Gili Meno dan 45 menit ke Gili Trawangan. Sekitar jam 12 siang kami sampai di Gili Trawangan. Beautiful Island! Saya terkagum melihat keindahan pulau yang berada di sebelah Barat Daya laut Lombok ini yang terdiri dari 3 Gili yaitu Gili Air, Gili Meno dan Gili Trawangan. Gili Trawangan adalah yang terbesar dari ke 3 pulau tersebut dan memang paling terkenal ramai pengunjung dan juga nite lifenya. Di sana sudah cukup banyak penginapan, café, club malam dan juga dive center. Penginapanpun beragam, dari mulai yang paling murah, karena harus agak ke dalam dari bibir pantai, harganya saat itu mulai dari Rp 200.000. Di Pulau Gili tidak diperkenankan ada kendaraan bermotor oleh pemerintahan setempat, sehingga sepeda adalah alat transportasi yang menjadi pilihan saya untuk berkeliling pulau. Ada juga transportasi tradisional Lombok yaitu Cidomo (Cikar Dokar Motor), alat trasnsportasi ini mirip sekali dengan dokar, namun memakai ban seperti motor. Wisatawan yang berkunjung terlihat lebih banyak dari mancanegara. Sedangkan di Gili Meno memang lebih terlihat sepi dan cocok juga untuk honeymoon.
Gili Trawangan siang itu bermandikan cahaya matahari, keindahannya sudah membuat saya tak sabar melihat keindahan dalam lautnya.
Segera setelah mendapat spot untuk snorkeling, yg dipilihkan oleh Deny, laki–laki asli Mataram yang menjadi guide kami saat itu. Setelah itu kami menyewa snorkel gear seharga Rp 25.000/hari. Deny pun menemani saya snorkeling dan free dive sampai sore hari. Beragam ikan yang cantik terhampar di dalam laut Gili Trawangan. Sayang sekali saya belum memiliki lisensi diving. Tentunya akan lebih menarik jika bisa sekaligus menyelam di Gili. Saya sempat menjumpai penyu dan juga ikan beragam warna. Ingin rasanya menetap lebih lama dan mampir ke Gili Air dan Meno, namun sayangnya saya hanya bisa cuti beberapa hari. Padahal selain gugusan 3 Gili yang sudah sangat terkenal ini, ada lagi Gili-Gili yang juga tak kalah indahnya. Berada di bagian Lombok Barat, yaitu Gili Nanggu, Tangkong, Sudak dan GiliKedis. Tanpa menyelampun Gili tetap menawarkan pemandangan yang sangat indah untuk dinikmati.
Kami tak sempat bermalam di Gili karena masih banyak tempat yang akan dikunjungi dan sayapun berkata dalam hati, suatu hari saya harus kembali ke Gili dan bermalam di sana serta akan mengunjungi semua Gili. Sekitar jam 4.30 sore, kapal motor kami berangkat dari Gili Trawangan kembali ke Pelabuhan Bangsal. Mulai terasa agak lelah karena bermain air berjam-jam tadi. Tapi saya bahagia bisa menikmati keindahan alam yang negeri kita miliki ini. Sampaidi Bangsal kami mandi di rumah keluarga Mba Evi yang persis ada di depan Pelabuhan Bangsal. Beruntung sekali saya mengenal Mba Evi yang asli lombok dan juga suaminya Mas Yuth yang sangat mengetahui Lombok. Penduduk di sekitar Bangsal tampak sudah terbiasa mberinteraksi dengan wisatawan. Jam setengah enam kami kembali ke kota Mataram menuju Rembige tepatnya, rumah Mba Evi dan Mas Yuth. Saat perjalanan pulang kami melewati sederet pantai yang indah dan mempesona memperlihatkan keindahan sunset senja itu. Lombok memang menyajikan pemandangan yang membuat saya berdecak kagum dan tak ingin kembali ke Jakarta rasanya.
Sampai di kota Mataram, saya diajak makan di Warung Ncim dengan makanan khas Lombok yaitu Ayam Taliwang. Karena saya vegetarian, saya memesan pelecing kangkung yang ternyata rasanya membuat saya ingin menambahkan ke piring makanan saya berulang - ulang. Selain itu juga ada beberuk, makanan khas Lombok seperti pelecing yang isinya terong dipotong kecil–kecil. Pedas sekali, membuat mata segar dan saya kembali berceloteh dengan teman-teman yang juga sangat menikmati makanan Lombok yang sedap rasanya. Pelecing Kangkung paling enak yang pernah saya makan.
Hari kedua, liburan saya di isi dengan trip ke Lombok Tengah yaitu Kuta Beach dan Tanjung Aan Beach. Kuta Beach Lombok dengan ombak yang cukup tinggi, cocok untuk bersurfing ria, saat itu terlihat beberapa wisatawan mancanegara sedang menikmati gulungan ombak yang memacu adrenalin.
Sampai di Tanjung Aan Beach saya benar–benar kagum melihat pantai yang tenang dengan air bening berwarna kehijauan serta biru dan terhampar pasir putih halus dan dihiasi bukit-bukit. Melihat pemandangan indah ini, saya langsung membatalkan rencana ke Phuket beberapa bulan ke depan. Saat itu saya berpikir, untuk apa pergi ke negri orang jika di negeri ini saja memiliki banyak keindahan yang luar biasa?
Dari Tanjung Aan kami kembali ke Mataram melewati Dusun Sade perkampungan tradisional suku Sasak, yang atap rumahnya terbuat dari alang–alang dan untuk membersihkan rumah tersebut biasanya menggunakan kotoran sapi. Di sini juga terdapat produksi tenun. Warga di Perkampungan Sade juga sangat ramah menerima pengunjung. Sungguh di Lombok ini kaya akan objek wisata. Saya kerasan berada di Pulau Lombok yang menyimpan sejuta keindahan ciptaan Tuhan.
Sore harinya kami menikmati sunset di Malimbu Beach, yang berada di Lombok Barat. Sunset terindah yang pernah saya lihat! Sebelum matahari tenggelam, di kejauhan tampak rombongan dolphin melewati Malimbu Beach. Luar biasa! Banyak juga penduduk lokal ataupun wisatawan yang menikmati sunset dari tepi jalan raya yang dibuat pembatas layaknya jembatan. Ada beberapa penjual mutiara dan juga pembuat tattoo disitu.
Selesai menikmati indahnya sunset kami pun bergeser ke Senggigi Beach yang satu deretan dengan Malimbu Beach. Senggigi di malam hari memang cukup ramai terutama dengan wisatawan mancanegara di beberapa cafenya, seperti Marina Café, Happy Café ataupun Resto di pinggiran Senggigi Beach yang terkesan romantis untuk dinner dengan live music dan pemandangan pantai. Kami pun sempat menikmati malam di Papaya Café yang juga menyajikan live music. Kami dan wisatawan lain menikmati alunan musik dari mulai reggae, jazz, sampai musik pop. Menghabiskan Sabtu Malam di Senggigi. Seperti tidak ingin kembali ke Jakarta. Saya jatuh cinta dengan Lombok!
Hari ke tiga, kami menyempatkan diri membeli buah tangan untuk keluarga dan teman–teman sebelum ke airport untuk pulang. Kami ke Phoenix, pusat oleh–oleh yang berada di jalan Cakranegara. Makanan oleh–oleh khas Lombok yang banyak di situ adalah kacang mete, dodol, ting-ting, dan lain-lain. Setelah membeli makanan kami berkunjung ke tempat penjualan grosir Mutiara yang berada di jalan Lingkar Selatan, Pagutan Kr. Genteng. Memang ada Sekarbella yang cukup terkenal di Lombok, namun ternyata di Zahara ini lebih murah, karena ternyata para penjual mutiara di Sekarbella pun membelinya dari Zahara ini. Toko yang tidak terlalu besar, namun teman saya Mba Evi ini sudah sangat mengenal si empunya toko. Gelang mutiara yang unik saya dapatkan hanya seharga Rp 70.000 dan beberapa cincin mutiara untuk oleh–olehpun saya beli disini. Banyak ragam dan jenisnya dari mulai mutiara laut sampai mutiara air tawar yang dijual mulai harga Rp 10.000. Selesai berbelanja di sini, kami makan siang di Warung Ncim I. Saya kembali memesan pelecing kangkung. Dan rasanya enak! Lahap sekali saya menghabiskan sepiring nasi beserta pelecing kangkung dan tempe penyet. Setelah selesai menikmati makan siang dan juga rujak khas Lombok yang sangat pedas dan segar, kami beranjak ke toko oleh–oleh berupa baju, tas dan gantungan kunci serta sandal yang diproduksi sendiri oleh warga Lombok. Toko Arief di Pasar Cakranegara tepatnya, saya membeli beberapa Tshirt Lombok dan juga gantungan kunci. Akhirnya kami cukupkan siang itu untuk membeli oleh–oleh. Setelah itu kami pun menuju Taman Narmada yang berada di Lombok Barat. Konon ada mata air yang sudah ada dari tahun 1800an di sana dan jika mencuci muka di situ dipercaya bisa membuat awet muda.
Narmada cukup ramai dikunjungi wisatawan lokal mapun mancanegara. Namun terlihat lebih banyak wisatawan lokal di Taman Narmada. Setelah memotret beberapa bangunan tua dan Pura, akhirnya kami memasuki Pura peninggalan kerajaan Mataram yang terkenal paling tua yang ada di Lombok. Kami ngobrol dengan juru kuncinya yang di sebut “Mangku”.
Malamnya kami makan malam di lesehan yang cukup terkenal dan ramai berbagai macam usia mengunjunginya yaitu Taman Udayana. Menyajikan berbagai macam jenis makanan, diantaranya yaitu Sate Bulayak yang terbuat dari daging sapi. Lagi–lagi karena saya vegetarian, sayapun tidak mencicipi makanan khas lombok tersebut. Malam terakhir di Lombok membuat saya semakin berat meninggalkan Pulau itu. Sampai keesokan harinya saat sudah berada di bandara Selaparangpun, rasanya masih ingin memperpanjang waktu liburan, namun sayang saya sudah harus mulai kembali ke rutinitas lagi besok. Beranjak dari kota Lombok melalui penerbangan transit Denpasar dan menuju Jakarta cukup meninggalkan jejak mendalam dan membuat saya sampai tulisan ini ditulispun ingin sekali rasanya kembali ke Lombok. Saya berharap semoga bisa kembali lagi menikmati indahnya pemandangan Lombok yang menyimpan banyak tempat yang membuat saya takjub akan kebesaranNya. Saya cinta Indonesia dengan kekayaan dan keindahan alamnya. Lombok adalah salah satu destinasi yang wajib anda kunjungi. Jika dari Jakarta, anda bisa mengambil penerbangan langsung ke Lombok atau bisa melalui Surabaya ataupun Bali. Segera siapkan rencana untuk mengunjungi Lombok, anda tidak akan pernah menyesal!
See u on the next trip! ;)
-ndie
@indietriana
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H