Menurut kamus bahasa Inggris Oxford, Teori Konspirasi diartikan sebagai suatu penjelasan mengenai suatu peristiwa atau fenomen yang terjadi karena adanya campurtangan dari berbagai pihak yang mempunyai kepentingan (tambahan saya - dan) kekuasaan atau kekuatan politik dan ekonomi. Peristiwa itu diciptakan untuk memenuhi kepentingan para pihak untuk tujuan yang kotor - tidak baik. Teori ini digunakan untuk menjelaskan peristiwa besar yang tidak cukup untuk dijelaskan melalui suatu teori akademik yang bersifat linier atau analisis institusional biasa. Teori ini berasumsi bahwa latar belakang dari perisitwa itu begitu complicated, sehingga banyak variabel yang hanya dapat diasumsikan dan tidak dapat dibuktikan. Peristiwa pembunuhan Presiden Kennedy, 9-11, dan (saat ini) kemenangan D Trump dalam Pemilu Presiden AS. Di Indonesia peristiwa kejatuhan Soekarno dan pembunuhan massal PKI, kejatuhan Soeharto, dan saat ini rebutan kekuasaan 2019 -- dicoba oleh berbagai pihak untuk dijelaskan dengan Teori Konspirasi.
 Teori Konspirasi mempunyai daya tarik besar karena, menurut Michael Barkun - seorang ahli politik - (1) tidak ada peristiwa yang terjadi karena kebetulan saja, (2) apayang tampak tidak selalu mencerminkan apa yang sebenarnya terjadi, dan (3) segala sesuatunya saling berhubungan. Oleh karena itu, teori konspirasi disajikan sebagai analisis logis yang berlapis-lapis sehingga, seperti ceritera ditektif, pembaca harus mengikuti sampai dengan kata terakhir. Apalagi tema yang dibawa sederhana - yaitu ada orang-orang jahat yang sedang mengaduk-aduk orang baik. Bumbu lainnya adalah bahwa pengetahuan yang digunakan untuk melakukan analisis adalah sumber-sumber pribadi atau rahasia sehingga tidak tersedia untuk pembuktian.
Secara psikologis, menurut psikolog Chrisopher French, efek dari teori konspirasi adalah kebingungan – kita tidak tahu lagi mana yang benar dan salah. Ini dimungkinkan karena secara alamiah manusia mempunyai kelemahan yang disebut sebagai bias konfirmatif. Bias Konfimatif ini berarti bahwa manusia mampu berpikir secara logis untuk menemukan pola-pola hubungan yang menejelaskan hubungan sebab-akibat dari peristiwa di sekitarnya. Akan tetapi, penelitian menunjukkan bahwa yang terjadi sesungguhnya dalam pengambilan kesimpulan, manusia kerap gagal melihat hubungan-hubungan variable yang sesungguhnya karena adanya berbagai sebab antara lain ketika kita terlalu emosional (senang, sedih, marah) atau bias karena suka dan tidak suka. Kita tidak jarang memberikan bobot yang lebih tinggi pada fakta tertentu karena fakta itu mendukung apa yang kita sukai atau, sebaliknya, apa yang tidak kita sukai.
 Inilah yang digunakan oleh D Trump dalam mendeskreditkan media dan ahli-ahli akademisi sebagai sumber berita dan pengetahuan. Bahkan mereka dituduh berkonspirasi menjatuhkan dirinya. Ketika masyarakat kebanyakan menjadi bingung, maka dengan mudah mereka menjadi obyek manipulasi dan mis-informasi(The Guardian, 28 Maret 2017).
Dalam menghadapi ketidak adilan yang dialami oleh Gubernur DKI Ahok yang diwacanakan secara emosional – kita juga rentan terhadap manipulasi dan ekpsloitasi melalui teori-teori konspirasi yang berkembang dengan nuansa pro-kontra. Ada tanda-tanda bahwa teori konspirasi ini digunakan agar kubu Ahok-Jokowi yang tadinya bersatu akan bertubrukan sedemikian rupa sehingga akhirnya dari kubu ini tidak ada champion lagi. Ini berbahaya karena isyu yang digunakan adalah isyu cinta tanah air yang justru menjadi jargon utama kubu Ahok-Jokowi. Ketika orang mulai dicekoki teori konspirasi bahwa di antara kubu Ahok ada unsur-unsur penghianatan terhadap tanah air karena yang di luar negeri tidak mau pulang, berkonspirasi dengan kekuatan asing di luar negeri, yang berakhir pada jatuhnya Jokowi – sedangkan dipihak lain Jokowi dipandang kalah melawan anasir-anasir penguasa modal global yang sedang melirik sumberdaya alam Indonesia – maka animositas antara kedua kelompok akan berkembang luas dan menyeret semuanya ke dalam sampah  dan berujung keputus-asaan.
Teori konspirasi juga harus kita waspadi karena teori ini berasumsi bahwa rakyak kebanyak hanyalah pion-pion yang dimanipulai oleh invisible hands – tangan-tangan tak terlihat. Ada kekuatan-kekuatan yang sulit dibayangkan yang menjadikan semua orang yang merasa berkentingan seolah hanya wayang kulit yang digerakkan oleh dalang-dalangnya.  Oleh karena itu, jangan terperangah oleh teori konspirasi. Tetap fokus pada permasalahan yang ada di depan kita. Berkontribusi sebesar apapun untuk menjaga agar NKRI tetap utuh, kebersamaan dalam keragaman adalah nilai yang mulia, dan kita ingin memilih dengan kesadaran penuh seorang pemimpin yang punya integritas, cinta anah air, dan mementingkan rakyat kebanyakan tanpa pandang bulu.
Bintaro, 13 Mei 2017
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H