Orang bilang hukuman mati harus dilaksanakan dengan tegas dan konsisten baru memiliki efek jera. Pak Jokowi tidak perlu gentar menghadapi tekanan internasional karena Indonesia berdaulat hukum Selanjutnya dinyatakan oleh berbagai pihak bahwa konsistensi penerapan hukum adalah persoalan integritas bangsa.
Bagi saya ketiga argumen itu prematur.
Tidak pernah ada bukti di manapun di dunia bahwa hukuman mati menjerakan pengedar narkotik dan serious crime lainnya. Malaysia mengenal hukuman mati bagi kejahatan narkotika, kasus nya tidak lebih baik dari negara2lain di sekitarnya. Tidak satupun negara di dunia yang tidak mengalami persoalan adiksi dan kriminal narkotika. Jika di Indonesia kematian pengguna cukup tinggi itu karena investasi kesehatan publik kita buruk. Pecandu di negri ini sulit untuk memperoleh bantuan profesional yang berkualitas.
Integritas bangsa harus diletakkan di atas hukum yang adil. Hukum yang membabi buta, merusak citra bangsa ini. Di antara yang dihukum mati malam tadi ada yang sejatinya korban - paling tidak satu buruh migran yang dikelabui untuk jadi kurir (mule) dan seorang yang mengalami gangguan psikososial yang dimanfaatkan kerentananya. Saya dengan beberapa teman sempat ke setkab untuk mengadvoksi kasus ini (dua minggu lalu) tapi nihil hasinya. Hukum yang digunakan untuk mencabut nyawa manusia tidak lagi jeli memilah mana yang seharusnya duhukum mati. Kurir hanya mengantar barang, pengedar justru ada di dalam negeri. Jika dosa darurat narkoba harus ditanngung dengan hukuman mati, maka harusnya banyak polisi, sipir dan pengelola Lapas, dan bahkan hakim yang harus menghadapi regu tembak.
Hukuman mati merupakan cara paling mudah dalam menghadapi masalah penyakit masyarakat. Membunuh pelakunya merupakan tindakan konkrit menghilangkan gejalanya. Sayang bahwa kejahatan narkotika dan terorisme mempunyai rentetan panjang dari sebab sampai akibat. Membunuh satu pelaku ha nya seperti ci luk ba.. Kalau bayi pasti senang dengan permainan ini. Tapi kalau unsurnya adalah hukum positif dan nyawa manusia, maka hasilnya mengerikan... Tak ada yang dibanggakan.
Saya mohon maaf terhadap teman2 di australia, filipina, brazil. Saya merasa malu jadi intelektual di negeri ini..
Irwanto
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H