Mohon tunggu...
Indriyatul Munawaroh
Indriyatul Munawaroh Mohon Tunggu... Lainnya - Learners

Learners

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Gencarnya Pendidikan Literasi yang Dicanangkan Pemerintah

6 Maret 2017   17:24 Diperbarui: 6 Maret 2017   17:59 1044
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Suasana perpustakaan SD Dr. Sutomo 7, Surabaya. Seamngat adik-adik membaca didampingi mahasiswa UNESA yang sedang melakukan KKN Literasi

Mungkin sebagian orang sudah familiar dengan kata literasi tapi tidak jarang juga yang salah degan makna literasi itu sendiri. Literasi paling cocok diartikan dengan kata dalam bahasa jawa yaitu “melek”. Mungkin pernah dengar istilah melek informasi, melek finansial dan melek-melek lain. Literasi ini berkaitan erat dengan membaca. Literasi bukannlah kemampuan untuk bisa membaca tapi bagaimana orang itu dapat menjadikan membaca sebagai habit sehingga dia mengetahui informasi-informasi baru dari bacaan tadi.

 Seperti kita ketehui, kebanyakan masyarakat Indonesia taraf bacanya memang sangat rendah. Tentu ada faktor yang melandasi rendahnya taraf baca masyarakat. Pertama, dari segi ketidakmampuan menyediakan bahan bacaan dan terbatasnya fasilitas yang memberikan semua itu. Yang kedua, habit membaca tidak dibangun sejak dini sehingga untuk membaca beberapa informasipun berdalih tidak sempat. Padahal membaca bisa dilakukan dimana saja dan tidak perlu lama-lama asalkan sudah menjadi kebiasaan. Dan yang ketiga, orientasi membaca dipinggirkan karena dianggap membuang waktu dan lebih penting melakukan sesuatu yang lain seperti mencari uang.Harus kita sadari bahwa membaca untuk mendapatkan informasi (melek informasi) sangtlah penting. Wajar saja jika pemerintah ingin menanamkan kebiasaan membaca bagi masyarakatnya. Salah satu pelopornya adalah kota Surabaya. Pemerintah kota Surabaya sangat antusias melaksanakannya. Terbukti setiap SD diwajibkan mempunyai perpustakaan yang di dalamnya di tugasi seorang pustakawan dari perpustakaan pusat sebagai penggerak. Di samping itu di ranah masyarakat juga sudah banyak berdiri TBM (Taman Baca Masyarakat) untuk memfasilitasi program literasi ini. Tidak ketinggalan kampus-kampus di Surabaya juga ikut berperan, salah satunya adalah Universitas Negeri Surabaya. 

Berawal dari dosen bahasa yang memang mempunyai ketertarikan akan literasi cukup tinggi hingga mahasiswa yang diikutsetakan dalam program ini dalam bentuk KKN Literasi. Dan akhirnya setelah sekian lama KKN Posdaya yang biasa mengabdi di masyarakat beralih sedikit ke KKN Literasi, ya walaupun masih dalam tahap percobaan dan sedikit menuai kontroversi akan tetapi cukup sukses. Saya sangat mengapresiasi niat dan kesungguhan pemerintah kota Surabaya untuk menyukseskan program ini. Tapi sayang disayang pemerintah pusat alias kepala negara sendiri belum terlihat menggencarkan program ini dan terlihat sibuk dengan aktivitas menggaet investor dari berbagai negara.

Penggencaran program literasi ini memeng sangat penting mengingat informasi-informasi banyak didapat dari sumber tulisan. Sayangnya sumber-sumber bacaan di sistem sekular ini notabene megusung ide-ide sekular dan memperkuat penanaman tsaqofah (pengetahuan) Barat. Pemerintah menetapkan untuk porsi bacaan adalah 40% buku fiksi dan 60% buku non fiksi yang berisi segala informasi. Kita lihat buku yang beredar di masyarakat sekarang ini, kemanakah arah-arah penulisan mereka? 

Buku fiksi biasanya berisi cerita percintaan remaja, kehidupan hedonis pemuda dan banyak mengandung nilai-nilai barat yang tidak mencerminkan kehidupan yang semestinya dan jauh dari nilai-nilai islam. Kalaupun ada fiksi islam, kebanyakan mengarah kepada pemikiran sekular rusak, seperti karangan bertema pacaran islami dan kehidupan pesantren yang penuh dengan percintaan. Ditambah lagi buku nonfiksi yang banyak memaparkan informasi-informasi tentang pemikiran sekular. Mulai dari buku pendidikan di sekolah dasar sampai tataran kampus bahkan masyarakat disodori informasi tentang aturan sistem sekular.

Sebagai contoh salah satu dosen saya yang saya akui perannya dalam dunia pendidikan tidak diragukan lagi. Beliau adalah salah satu  koordinator pemerintah dalam menyosialisasikan kebijakan pendidikan di daerah-daerah. Beliau juga yang mengingatkan dan ikut berperan menyosialisasikan program literasi dari pemerintah. 

Beliau memberi permisalan informasi tentang pajak. Banyak orang-orang pinggiran dan pedesaan yang tidak tahu menahu masalah pajak dan tidak membayarkan kewajiban pajak bangunannya. Dan ini berakibat dengan kepemilikan tanah warga tersebut yang sulit pemrosesannya dikarenakan tidak pernah membayar PBB. Dosen saya mengingatkan inilah pentingnya membaca untuk mengetahui informasi dari maslah kecil sampai masalah kenegaraan. Masyarakat akan bisa mengetahui masalah pajak dan urgensinya pajak lewat membaca.

 Kalau tidak bayar pajak negeri ini akan ambruk.  Frame pajak dianggap sebagai kewajiban masyarakat sudah ditanamkan kemasyarakat dan mereka tidak punya pandangan jika pajak seharusnya bukanlah kewajiban mereka untuk membayar. Mereka tidak mempunyai informasi ini karena yang disodori untuk dibaca kebanyakan ya yang bisa melanggengkan sistem ini. Yang mengancam sistem sekular ya bakalan nggak direkomendasikan untuk dibaca malahan akan dihilangkan jejaknya seperti indahnya jejak kegemilangan islam yang sekarang banyak muslim tidak mengetahuinya.

Sudah saatnya program yang dicanangkan pemerintah yang bagus ini menjadi wadah untuk menumbuhkan dan menjaga pemahaman yang benar sesuai fitroh manusia, bukan malah merusak akal dan menjauhkan kebenaran nyata dari kehidupan. Jika hal semacam ini benar-benar bisa diwujudkan akan benar-benar menjadikan manusia bermartabat dan bebas dari pemikiran kapital sekuler.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun