Mohon tunggu...
indhar wahyu
indhar wahyu Mohon Tunggu... -

flamboyan unemployer

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Penonton yang Ditonton Saat Program Musik di Televisi

27 April 2011   02:47 Diperbarui: 26 Juni 2015   06:21 400
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hiburan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Televisi tidak berbayar di Indonesia setiap hari berebut peamirsa untuk tayangan bercorak musik. Tidak kurang dari empat stasiun televisi "menjual" pogram bernuansa musik yang disiarkan secara langsung pada rentang waktu yang hampir bersamaan. Tayangan tersebut pada satu sisi "dijual" kepada pemirsa televisi. Di sisi lain pemirsa program televisi itupun kemudian "dijual" pula kepada korporasi lain atau biro iklan. Semakin tinggi rating sebuah program musik, akan semakin tinggi pula harga jual iklan di sela-sela program tersebut.

Proses jual-beli pemirsa televisi ini akan sedikit berbeda logika dengan penonton program musik tersebut secara langsung. Stasiun televisi tidak bisa "menjual" penonton tipe ini kepada korporasi atau biro iklan. Alih-alih menjual, stasiun televisi justru "membeli" sejumlah penonton yang seperti ini. Mereka dibayar untuk berdansa, bernyanyi, berteriak pada bagian-bagian tertentu program tersebut. Meskipun tidak semua penonton ini dibayar, sekelompok penonton sengaja dibayar untuk sekedar meramaikan program musik produksinya dengan melakukan gerakan-gerakan tertentu, bernyanyi bersama band maupun penyanyi yang sedang ditampilkan, atau sekedar berteriak: lalala...yeyeye... atau eee... aaa....

Silahkan pembaca yang budiman mengamati penonton yang terliibat dalam sebuah program musik tertentu pada hari yang berbeda. Tidak diperlukan pengamatan yang jeli untuk menemukan wajah penonton yang sama pada acara tersebut di waktu yang berbeda. Wajah-wajah itu lah 'spektator yang ditonton' alias 'penonton yang ditonton'. Keterlibatannya tidak sekedar menikmati program musik secara langsung di tempat produksinya. Namun justru dilibatkan oleh produsen program sebagai penonton yang ditonton. Dengan demikian, histeria yang mereka tampilkan hanya semu belaka. Gerakan, nyanyian maupun teriakan yang diperlihatkan penonton adalah pesanan dari produsen acara. Akan sangat mudah diterka bahwa berbagai aksi yang dilakukan adalah seragam, bukan sebuah aksi yang ekspresif selayaknya penonton pertunjukan musik.

Lantas apa ruginya bagi kita sebagai pemirsa televisi terkait dengan hal ini? Salah satu kesia-siaan pemirsa televisi adalah disuguhi tayangan yang merupakan isapan jempol belaka. Masih mujur apabila pemirsa berniat menonton fiksi, memang 'bersedia' untuk dibuai dengan kisah-kisah yang bisa jadi berasal dari alam khayal. Namun bagaimana dengan konteks program musik ini? Mengapa untuk sekedar menikmati musik dan pertunjukan musik saja kita masih dikelabui?

Sudah cukup kiranya 'isapan jempol' para politisi dan pemimpin negara ini pada masyarakat. Tidak perlu lagi diimbuhi dengan buaian dalam tayangan pertunjukan musik. Pemirsa kebanyakan menikmati program musik tertentu menginginkan hiburan atas kepenatan. Akan tetapi apabila upaya untuk mendapatkan penyegaran atas kejenuhan tersebut masih dibumbui 'isapan jempol', lantas di sisi mana kita bisa menjumpai hiburan yang tulus?

Keberadaan penonton dalam pertunjukan musik pada dasarnya sebagai wujud dari pemenuhan atas kebutuhan untuk menghilangkan penat. Apabila hal ini dirancang sedemikian rupa hingga memperdaya pemirsa televisi yang ada di rumah, selayaknya tidak dilanjutkan. Hal ini belum terhitung dengan penampilan penyanyi lip-sync alias menyesuaikan gerakan bibir dengan lagu yang diputar di program-program tersebut, atau hal-hal lain yang perlu dikaji lagi. Luar biasa berlimpah 'isapan jempol' dalam kehidupan sehari-hari, namun jangan penuhi pemirsa yang berkeinginan mendapatkan hiburan dari musik dengan hal semacam itu. Menikmati musik dilakukan dengan iktikad menghilangkan penat, usah menambah kepenatan dengan buaian-buaian palsu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun