SELENDANG BATAK Â (ULOS) TIDAK BERMISTIK, MENGAPA HARUS DI BAKAR?Â
Yesaya 46:5 (TB) Â Kepada siapakah kamu hendak menyamakan Aku, hendak membandingkan dan mengumpamakan Aku, sehingga kami sama?
PERMASALAHAN.
Di awal pertobatan dan lahir baru kami di tahun 2003, sungguh kasih mula mula melingkupi kami. Apapun kami lakukan dari pengajaran dogma dqri tudung yang memberi kami makanan rohani selagi kami sebagai bayi rohani.
Bahkan sebagai orang batak, mendapatkan pengajaran bahwa selndang batak (sebut ulos) itu lambang perjanjian dengan iblis oleh sebab antara lain pengkultusan yang amat sangat orang batak terhadap ulos melebihib segalanya, termasuk kepada Yesus sebagai Tuhan, oleh sebab bahwa warna merah ppada corak ulos dulunya diambil dari darah manusia, dan lain sebagainya. Sehingga untuk pemutusan kutuk dari ulos maka jangan gunakan ulos, dan bila perlu ulos yang ada dirumah dibakar saja.
Sungguh menjadi delematis bagi kami sebagai orang batak menerima dogma keras sebagai bayi rohani. Namun saat itu kami hanya berpegang pada rasa damai sejahtera yang kami yakini itu karya Roh Kudus. Artinya kami merasa damai sejahtera gunakan Ulos dalam acara adat Batak dan malah kami merasa tidak damai sejahtera mendapatkan dogma bakar ulos oleh karena merupakan media perjanjian dengan roh nenek moyang.
Puji Tuhan, kami tidak lakukan karena 1 koper ulos yang kami simpan merupakan kenang kenangan terhadap kerabat dalihan natolu yang memberikan ulos itu sebagai lambang Kasih Kristus saat kami melangsungkan pernikahan kudus dan adat diiikuti pernikahan negara catatan sipil.
PEMECAHAN Â MASAALAH
Berjalannya kedewasaan rohani kami, tergerak hati untuk memberikan pencerahan dogma sesuai karakter Illahi tentang Ulos. Banyak ragam, bentuk dan cara mewujudkan cinta kasih yang dapat diperlihatkan oleh orang tua (natoras) kepada anak-anaknya, demikian juga oleh pihak hulahula terhadap borunya, baik dalam pergaulan hidup sehari-hari maupun dalam kaitannya dengan suatu upacara adat.Â
Khusus yang menyangkut upacara adat, perwujudan cinta yang dimaksud terlihat jelas dari ikan pemberian "ikan Pertanda Adat (Dengke Simudur-udur), pemberian Beras (Parbue Pir), pemberian Berkat, Doa restu (Pasupasu), termasuk dalam hal ini pemberian Selendang (Ulos) Batak.
Dalam perkembangannya, pemberian Ulos tidak lagi semata-mata dilakukan dalam hal adanya acara adat, melainkan dalam acara di luar adat pun sudah berlangsung pemberian ulos, umpamanya dalam upacara-upacara resmi (pemerintahan) ataupun upacara-upacara yang bersifat protokoler, antara lain memberikan ulos kepada seorang pejabat atau tokoh agama, tokoh masyarakat, atau seorang yang dianggap patut di-ulos-I dan dibulang-bulangi, meskipun yang bersangkutan bukanlah keturunan Siraja Batak.
Pemberian ulos seperti itu merupakan suatu hal yang wajar, sekaligus menggambarkan sifat orang Batak yang mampu mengakui dan menghargai jasa ataupun perbuatan baik seseorang, terlebih jika perbuatan itu menyangkut kepentingan masyarakat Batak.