JAKARTA-Independent, Setiap masuk bulan Januari pastilah badanku merinding dibuatnya. Karena pada bulan Januari telah terjadi peristiwa naas tenggelamnya kapal fery KMP Gurita di Sabang.
Kapal fery KMP Gurita tenggelam pada hari Jumat malam, tanggal 19 Januari 1996 jam 20:30 WIB.
Kapal tua ini berangkat dari pelabuhan Malahayati-Aceh Besar menuju pelabuhan Balohan Sabang.
Ketika memasuki teluk Balohan Sabang tepatnya di ujung Seukui, terjadilah musibah hebat, kapal fery KMP Gurita tenggelam.
Dimana kapal fery KMP Gurita yang kapasitasnya hanya untuk sekitar 210 orang, ternyata memuat 378 orang.
Dari jumlah penumpang 378 orang, hasil riset dari Riset Independent dan PUSPIATUR (Pusat Sejarah Peradaban Islam Aceh Turki) bahwa ada 40 orang berhasil diselamatkan, 54 ditemukan tewas dan 284 orang dinyatakan hilang bersama-sama dengan KMP Gurita yang tidak berhasil diangkat dari dasar laut.
Kota Sabang menjadi heboh dan menjadi sorotan masyarakat Indonesia dan dunia. Pelabuhan bebas Sabang-free port yang tutup pada tahun 1985, tiba-tiba ramai diperbincangkan kembali.
Laporan media-media dari berbagai surat khabar turut menpromosikan kota Sabang yang telantar selama 11 tahun.
Kedua orang tuaku DRS.M.Nasir (Asisten II Walikota Sabang) turut serta tenggelam dihari naas itu pada tanggal 19 Januari 1996.
Di era Pelabuhan bebas Sabang-free port, orang tuaku pernah juga ikut kompetisi pemilihan Walikota Sabang sekitar tahun 1980-an, dengan hasil DRS.M.Yusuf Walad dapat 13 suara, DRS.M.Nasir dapat 7 suara.
Sayang sekali data-datanya di DPRK Sabang tidak ada lagi, buku agenda/diary orang tuaku juga sudah hilang karena saya kebanyakan pindah-pindah tempat tinggal sejak 1996-2010.