Mohon tunggu...
inda suhendra
inda suhendra Mohon Tunggu... karyawan swasta -

suka membaca, suka menulis juga, dan suka traveling.

Selanjutnya

Tutup

Bahasa

Perdana Menteri

24 September 2012   05:32 Diperbarui: 24 Juni 2015   23:49 374
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bahasa. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Jcstudio

Bahasa Indonesia–dan beberapa bahasa timur pada umumnya–termasuk kategori yang menggunakan hukum DM (diterangkan-menerangkan) dalam proses pembentukan frasanya. Dalam hukum ini unsur frasa utama diletakkan lebih dahulu (sebagai yang diterangkan), disusul unsur penjelas (yang menerangkan unsur utama). Sebaliknya, hukum bahasa-bahasa barat pada umumnya adalah penganut hukum MD (menerangkan-diterangkan). Dalam proses akulturasi, bahasa kita banyak menyerap frasa dari bahasa-bahasa barat seperti Belanda, Inggris, Latin, dan sebagainya. Ada baiknya mengingat hukum DM, bukan maksud hendak menggugat keabsahan frasa yang tak taat hukum, melainkan sekadar mengaji ulang supremasi hukum DM yang dimiliki bahasa kita.

Sebagai contoh adalah frasa perdana menteri. Tak ada yang salah dengan perdana menteri, jika ukurannya adalah Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) dan pemahaman semantik awam yang sudah kaprah. Sebab perdana menteri sudah termaktub dalam kamus tersebut dan pengguna bahasa sudah paham makna. Namun, menyerap prime minister jadi perdana menteri jelas-jelas mengabaikan hukum DM. Prime minister seharusnya menjadi menteri perdana, bukan perdana menteri. Analoginya adalah membandingkan direktur utama,kartu perdana, dan anak pertama dengan utama direktur, perdana kartu, dan pertama anak.

Ketatanegaraan kita pernah mengenal diksi menteri pertama ketika tahun 1959 Presiden Soekarno melantik Ir. Djuanda sebagai Menteri Pertama. Walaupun menteri pertama saat itu tak semakna dengan perdana menteri, namun KBBI memasukkan lema menteri pertama dengan arti perdana menteri.

Istilah banjir kanal juga termasuk yang tak mengindahkan hukum DM. Kanal banjir (saluran untuk air banjir) lebih masuk akal dibanding banjir kanal. Salah satu tayangan televisi swasta–yang mempertontonkan makanan menjijikkan–juga membingungkan. Extreme Kuliner adalah acara yang saya maksud. Terjadi penerapan hukum setengah-setengah. Jika akan patuh pada hukum DM, maka kata yang pas adalah kuliner ekstrem. Sebaliknya, jika hendak memenuhi tuntutan hukum MD, maka extreme culinary akan lebih tepat. Buku karya Tan Malaka yang berjudul Actie Massa in Indonesia juga pernah dialihbahasakan dan dicetak dalam bahasa Indonesia dengan judul Massa Aksi. Kemudian beberapa penerbit menyadari hukum DM dan mencetak dengan judul Aksi Massa.

Sesungguhnya kita juga memiliki banyak ujaran serapan yang taat hukum. Sebagai contoh adalah polisi militer (military police), menteri senior (senior minister), sekretaris umum (general secretary), rekening koran (current account), kantor pos (post office/post kantoor), bulan madu (honeymoon), Hindia Belanda (Nederland Indie), dan masih banyak yang lainnya. KBBI juga membakukan nama-nama negara dengan memerhatikan hukum DM: Selandia Baru (New Zealand), Afrika Selatan (South Africa), Pantai Gading (Ivory Coast). Demikian pula North Korea dan South Korea dituliskan secara resmi menjadi Korea Utara dan Korea Selatan.

Hukum DM juga memiliki pengecualian, seperti contoh sebuah jeruk, seorang siswa, dan seekor ayam (jeruk, siswa, dan ayam sebagai yang diterangkan ditempatkan di belakang). Namun, terlepas dari segala perangkat gramatikal, bahasa kadang harus luruh dalam konvensi (kebiasaan). Penggunaan kata yang tak sesuai kaidah bisa menjadi biasa (walaupun salah kaprah), sedangkan yang ikut aturan kadang terdengar asing di telinga. Tampaknya kita patut mengingat kembali Sutan Takdir Alisjahbana, sastrawan yang memopulerkan hukum tersebut.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun