Ketika kelas menengah bawah yaitu golongan masyarakat fakir dan miskin selalu diberikan bantuan sosial dari pemerintah pusat higga daerah. Serta bantuan yang terkait dengan pendidikan buat anak-anak mereke berupa PIP dan KJP. Akan tetapi kelas menengah yang berada ditengah-tengah terkadang luput dari perhatian semua orang termasuk juga pemerintah.
Definisi kelas menengah pun menjadi sesuatu yang absurd ketika melihat proses kemandirian dalam berusaha dan bergiat mencari nafkah untuk kehidupan mereka sendiri. Padahal tingkat kehidupan kelas menengah yang berada ditengah pun harusnya mendapatkan perhatian dari pemerintah baik pusat maupun daerah. Sebagai contoh guru honor yang gajinya pas-pas sesuai UMR itu pun dapat dikategorikan sebagai bagian kelas menengah, pegawai PNS yang golongan 1 hingga 2 pun dengan gaji yang kadang pas-pas juga dapat dikategorikan sebagai kelas menengah.
Golongan mereka ini memang betul mendapatkan gaji bulanan serta ada sedikit jaminan kesehatan berupa BPJS akan tetapi persoalannya terkadang kehidupan mereka jauh dari kata cukup untuk kehidupan 1 bulan. Terkadang ada hutang sebagai konsekwensi gali lubang tutup lubang untuk memenuhi kebutuhan hidup selama 1 bulan. Fenomena kelas menengah di Indonesia menjadi rentan jatuh ke dalam kategori masyarakat miskin.
Dalam wikipedia dijelaskan Kelas menengah adalah sebuah kelas rakyat di tengah hierarki sosial. Dalam istilah sosio-ekonomi Weberian, kelas menengah adalah kelompok besar rakyat dalam masyarakat kontemporer yang secara sosio-ekonomi jatuh diantara kelas bawah dan kelas atas. Ukuran umum dari apa yang menentukan kelas menengah secara signifikan beragam di antara budaya-budaya. Kelas menengah terukur dan sehat dipandang sebagai karakteristik masyarakat sehat.
Asian Development Bank pada 2010, misalnya, mendefinisikan kelas menengah di Indonesia sebagai orang dengan pengeluaran sebesar US$2-20 per hari. Dengan besaran tersebut, persentase kelas menengah di Indonesia mencapai 46,58% atau sebanyak 102,7 juta jiwa. Sementara itu, laporan Global Wealth Report (2015) menggunakan parameter Amerika Serikat. Kelas menengah didefinisikan sebagai orang yang punya kekayaan sebesar US$50.000-500.000. Dengan angka tersebut, persentase kelas menengah di Indonesia cuma 4,4%.Bank Dunia, dalam laporan "Aspiring Indonesia: Expanding the Middle Class" (2020), menilai bahwa kelas menengah berkaitan erat dengan ukuran economic security di Indonesia. Mereka harus terbebas dari ancaman kemiskinan (peluangnya kurang dari 10%). Kelompok ini juga dikatakan mampu untuk membeli hal-hal di luar kebutuhan mendasar, seperti hiburan, kendaraan pribadi, asuransi kesehatan, dan lainnya. Kelas menengah Indonesia didefinisikan sebagai orang yang pengeluaran setiap bulannya Rp1,2 juta-6 juta. Bank Dunia mengatakan jumlah kelas menengah di Indonesia setidaknya mencapai 52 juta orang, atau 1 dari 5 orang Indonesia. Jumlah ini pun lekas membesar, yaitu 10% per tahun---walaupun angka ini belum secepat negara-negara Asia lain seperti Thailand, Cina, Mongolia, dan Vietnam sumber Silahkan di klik
Padahal kelas menengah bawah di Indonesia memiliki peran yang sangat besar dan signifikant dalam memberikan laju tekanan pendapatan dan keuangan negara. Kemudian peran-peran kelas menengah juga turut andil dalam membangun keberagaman dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Peran kelas menengah inilah yang terkadang kita sedikit mengabaikan proses dinamikan yang berjalan. Karena kadang kita memahami kelas menangah dapat berusaha secara mandiri dalam menghasilkan pundi-pundi harta dan kekayaannya.
Menurut Lewis Schiff ada beberapa perbedaan ciri-ciri Ciri-ciri masyarakat golongan ekonomi kelas menengah a) Orang kelas menengah memiliki kesibukan mengejar karier untuk menghasilkan barang-barang / menumpuk harta dalam hidupnya. Fokus hidupnya mengejar tumpukan harta. Yang termasuk kelas ini adalah para pemilik toko dan lain sebagainya. b) Bagi masyarakat kelas menengah uang di gunakan untuk di atur. c) Dalam hal pemilihan makanan kualitasnya yang penting. Banyak pilihan makanan dan hanya makanan yang disukai dipilih untuk di makan. d) Pakaian didasarkan pada kualitas dan penerimaan dalam lingkungan kelas menengah. Label / merk menjadi penting di sini. e) Memiliki fasilitas yang cukup mewah dan Mereka hidup untuk memenuhi impian dengan pencapaian yang memuaskan.
Golongan kelas menengah yang saat ini memberikan ruang untuk dapat berkreasi dalam mengembangkan dialektika pemikirannya untuk mengambil jalan gagasan perubahan dalam gaya hidup. Dalam tahapan pengeluaran untuk makanan dan hiburan relatif besar, tetapi pada tahap kehidupan selanjutnya (setelah menikah), dengan jumlah anggota keluarga yang lebih besar, kelas menengah tersebut akan dihadapkan pada pemenuhan kebutuhan pokok yang mengambil porsi terbesar terhadap pendapatan keluarga. Sebagian besar pendapatan keluarga bagi penduduk muda kelas menengah yang telah menikah digunakan untuk membayar hutang baik rumah maupun mobil.
Kerawanan kelas menengah terkait gaya hidup yang cenderung ke arah kehidupan orang kaya hidup atau dikenal dengan kata borjouisme. Karena memang mereka mengalama culture shock atau kegoncangan budaya karena proses adaptasi yang sangat rentan pola hidup kemewahan. Hal ini senada teori "leisure class" membagi masyarakat dalam dua kelas yaitu kelas pekerja yang berjuang mempertahankan hidup dan kelas yang banyak mempunyai waktu luang karena kekayaannya. Sementara Marx membedakan kelas masyarakat berdasarkan atas kontrol produksi yaitu kelas bourgeoisie, petty bourgeoisie, dan proletarian. Konsep kelompok kelas di masyarakat kemudian berkembang di berbagai negara.
Seiring dengan perjalanan waktu perjuangan kelas menangah dalam mengkondisikan pola dan gaya hidupnya perlu dijaga dan dirawat. Karena jangan sampai proses kehidupan kelas menengah dapat terganggu jika pundi-pundi ekonomi yang dihasilkan berkurang banyak. Sehingga akan mempengaruhi tingkat inflasi dan ekonomi penduduk. Bourdieu memetakkan struktur ruang sosial (social space) kedalam tiga dimensi ruang. Pertama, berdasarkan volume total modal. Kedua, berdasarkan komposisi modal. Ketiga berdasarkan trakjektori kelas yakni potensi perubahan volume maupun komposisi kepemilikan modal yang berlangsung dalam ruang sosial yang juga mempunyai efek terhadap gaya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H