Ketika saya membaca salah satu narasi yang keluarkan oleh PP Muhammadiyah terkait dengan MILAD Ke 111 dengan narasi "Ikhtiar Menyelamatkan Semesta". Memberikan ruang serta narasi gagasan yang akan dimainkan setiap kader Muhammadiyah dalam memberikan gerakan pencerahan di lingkung masyarakat dan kebangsaan. Memainkan ide dari suatu tema yang dapat membangkitkan spirit kemajuan dalam konteks pergerakan dakwah amr ma'ruf nahi mungkar di kehidupan masyarakat Indonesia.
Barangkali yang dimainkan oleh Muhammadiyah dalam mengusung tema Ikhtiar menyelematkan semesta melihat konteks kehidupan global yang maju akan perkembangan zaman dan peradaban. Warna pergolakan konflik yang menyebabkan rusak-rusaknya sendi-sendi hubungan sosial kemasyarakatan. Sehingga perlu dibangun suatu ikhtiar bersama dalam merajut pola kebhinekaan dan kemajemukan masyarakat Indonesia.
Apalagi pada saat ini memasuki tahun politik dimana masyarakat Indonesia dihadapkan oleh suatu pesta demokrasi melalui proses pemilihan para calon legeslatif, calon presiden dan calon wakil presiden, dan calon kepala daerah. Maka dibutuhkan suatu kekuatan semangat baru dalam mengembangkan ide dan narasi ke dalam suatu perubahan yang berkelanjutan di kehidupan masyarakat.
Pesta demokrasi merupakan upaya memilih para pemimpin baru yang mampu membangun negara kesatuan republik Indonesia yang berkemajuan. Pesta demokrasi dengan menanamkan ide gagasan serta suatu narasi visi dan misi para calon pemimpin bangsa. Kehadiran Muhammadiyah dalam konteks ini membangun watak organisasi Muhammadiyah sebagai gerakan gerakan dakwah dan tajdid dan adanya krisis problem multidemensional dalam sisi kehidupan masyarakat global meliputi masalah ekonomi sosial politik dan budaya serta hak asasi manusia kemudian yang tak kalah penting terkait persoalan karakter bangsa.
Pada Muktamar ke-34 tahun 1959, Prof. Abdul Kahar Mudzakkir mengurai tujuh karakter seorang muslim, yakni: (1) berjiwa tauhid yang murni dan beriman; (2) beribadah kepada Allah; (3) berbakti kepada kedua orang tua dan baik kepada kerabat; (4) memiliki akhlak tinggi dan halus perasaannya; (5) berilmu pengetahuan dan mempunyai kecakapan; (6) cakap memimpin keluarga, masyarakat, dan pemerintahan; (7) yakin dapat menguasai dan mempergunakan amal seisinya untuk kebaikan umat manusia yang akan dibawa pada bakti kepada Allah, tuhan semesta alam. sumber Silahkan di klik
Ketujuh rangkaian karakter diatas perlu ada gerakan ikhtiar dalam membangun konstruksi pemikiran yang dapat mengembangkan ide dan gagasan untuk dapat dinarasikan serta diimplementasi dalam ruang-ruang publik di negri ini. Gagasan suatu gerakan ikhtiar dalam mewujudkan suatu bangunan masyarakat yang sesuai dengan nilai-nilai ajaran Islam. Karena ada cita-cita para pendiri Muhammadiyah adalah meneguhkan Islam sebagai agama yang mencerahkan dan menjadi rahmatan lil 'alamin. Dalam alam pikiran Muhammadiyah, Islam memiliki tujuan-tujuan kesemestaan yang menuntun setiap muslim supaya mengerahkan segenap ikhtiar untuk mewujudkannya. Dakwah bagi Muhammadiyah tidak sekedar menyampaikan (tabligh), tapi juga harus dilandasi oleh spirit tajdid (pembaruan).
Ikhtiar (secara etimologis berasal dari kata kerja dalam bahasa Arab yang berarti memilih, satu akar kata dengan kata yang berarti baik. Berdasar pada asal kata tersebut, ikhtiar diartikan memilih mana yang lebih baik diantara yang ada, atau mencari hasil yang lebih baik.2 Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia,ikhtiar/ikh*ti*ar/ n 1 alat, syarat untuk mencapai maksud; daya upaya: segala -- sudah kujalankan, tetapi tidak berhasil juga; mencari -- , mencari daya upaya; 2 pilihan (pertimbangan, kehendak, pendapat, dan sebagainya) bebas: hal itu terserah kepada -- masing-masing;-- menjalani untung menyudahi, orang harus berusaha, jika ingin mencapai suatu maksud (tercapai atau tidaknya bergantung kepada nasib).
Dalam terminologi tema ikhtiar menyelematkan semesta muhammadiyah mengambil peran untuk memilih suatu kerangka narasi kebaikan sebagai pondasi membangun masyarakat berkemajuan. Proses memilih untuk dapat menggerakkan kebaikan yang didasari dengan tuntunan al quran dan as sunnah. Para kader persyarikatan diharapkan mampu menerapkan dan mewujudkan masyarakat berkemajuan dengan proses gagasan dan ide karena pada prinsipnya kader muhammadiyah sebagai insan yang taat kepada ajaran agama Islam.
Manusia dalam Islam disebutkan berasal dari kata insan dan basyar. Insan berasal dari kata nasiya (yang suka lupa) dan kata anasa yang memiliki arti abshara (melihat), 'alima (mengetahui), dan isti'dzana (meminta izin). Pengertian ini mengisyaratkan bahwa manusia memiliki kemampuan menalar. Menalar dari apa-apa yang dilihatnya dan mengetahui mana yang benar atau salah. Dengan kata insan menunjukkan manusia memiliki kualitas pemikiran dan kesadaran. Sedangkan kata abshara memiliki arti makhluk dalam tinjauan biologis, yang menunjukkan dimensi alamiah yang menjadi ciri pokok manusia pada umumnya, yakni makan, minum, tidur, berkembang biak, dan sebagaianya. sumber Silahkan di klik
semesta/se*mes*ta/ 1 num seluruh; segenap; semuanya: semua yang ada di alam -- ini tidak dapat lepas dari takdirnya masing-masing; 2 a (berlaku untuk) seluruh dunia; universal. Alam semesta (disebut pula jagat raya atau universum. adalah seluruh ruang waktu kontinu tempat kita berada, dengan energi dan materi yang dimilikinya. Usaha untuk memahami pengertian alam semesta dalam lingkup ini pada skala terbesar yang memungkinkan, ada pada kosmologi, ilmu pengetahuan yang berkembang dari fisika dan astronomi.sumber Silahkan di klik
Ikhtiarlah yang akan menentukan takdir Allah bagi diri kita. Nasib kita bergantung pada ikhtiar kita. Untuk menjawabnya, mari kita cermati dua kisah berikut ini. Menyelamatkan Diri dari Wabah Pertama, dikisahkan, bahwa ketika terjadi wabah penyakit sedang berjangkit di Negeri Syam, Umar bin al-Khaththab r.a. sebagai khalifah pada saat itu, berketetapan untuk mengurungkan niatnya 'pergi' ke wilayah itu, seraya berkata kepada para sahabatnya, "Besok pagi-pagi aku akan kembali (pulang) ke Madinah, dan mengurungkan niat saya untuk berkunjung ke negeri Syam. Oleh karena itu, bersiap-siaplah kalian!" Mendengar ucapan Umar saat itu, salah seorang sahabatnya Abu 'Ubaidah bin Jarrah bertanya kepadanya, "Apakah kita hendak lari dari takdir Allah?" Seketika Umar pun menjawabnya, "Mengapa kamu bertanya demikian, hai Abu 'Ubaidah?" Untuk menghindari perdebatan dengan sahabatnya, Umar pun segera menjawab pertanyaan sahabatnya itu, "Ya, kita akan lari dari satu takdir Allah untuk menuju ke takdir Allah yang lain." Selanjutnya, Umar pun bertanya kepada Abu Ubaidah, "Wahai Abu Ubaidah, bagaimana pendapatmu seandainya engkau mempunyai seekor unta, lalu engkau turun ke lembah yang mempunyai dua sisi. Satu lembah subur dan yang lain tandus. Bukanlah jika engkau menggembalakannya di tempat yang subur, engkau menggembala dengan takdir Allah, dan jika engkau menggembala di tempat tandus engkau pun menggembala dengan takdir Allah juga? Lembah manakah yang engkau pilih?" Di tengah perbincangan Umar dengan Abu Ubaidah, tiba-tiba datang sahabatnya yang lain, Abdurrahman bin 'Auf. Ia pun berkata, "Aku mengerti masalah ini. Aku mendengar Rasulullah saw. pernah bersabda: Apabila kamu mendengar (ada) wabah berjangkit di suatu negeri, janganlah kamu datangi negeri itu. Dan apabila wabah itu berjangkit di negeri tempat kamu berada, maka janganlah keluar dari negeri itu karena hendak melarikan diri." Setelah mendengar pernyataan Abdurrahman itu, akhirnya Umar 'mantap' dengan keputusannya, seraya mengucapkan tahmid." (Lihat, Hadis Riwayat Muslim dari 'Abdullah bin 'Abbas r.a., Shahh Muslim, juz VII, hlm. 29, hadis no. 5915) Kedua Ikhtiar dan Tawakkal Kedua, dalam riwayat lain dikisahkan, Anas bin Malik r.a. menyatakan bahwa ada seorang laki-laki bertanya kepada Rasulullah saw., "Saya memiliki seekor unta betina yang akan kutinggal pergi. Sebelum aku pergi, apakah unta betinaku itu kuikat dahulu, lalu aku bertawakkal kepada Allah atau boleh kulepaskan (begitu saja) tanpa kuikat, karena aku benar-benar ingin bertawakkal kepada Allah?" Untuk menjawab pertanyaan itu, Beliau (Rasulullah saw.) pun bersabda: "Ikatlah untamu, lalu bertawakkallah kepada Allah" (Lihat, Hadis Riwayat At-Tir-midzi dari Anas bin Malik r.a., Sunan at-Tirmidzi, juz IN, hlm. 668, hadis no. 2517)sumber Silahkan di klik