Niat baik ketika pemerintah melalui Departemen Pendidikan Nasional dengan membuat RUU SISDIKNAS perlu kita hargai dan hormati. Ketika proses pembuatan RUU yang ingin membangun konstruksi pendidikan nasional yang lebih berwawasan keunggulan dan Pancasilais. Apalagi produk legalisasi yang lama perlu diperbaiki dan diubah menjadi produk UU yang dapat menyatukan unsur kebhinekaan di masyarakat Indonesia.
Membaca sekilas muatan yang akan di capai dalam produk RUU Sisdiknas pada saat ini yang memang ingin menggabungkan produk mengenai UU yang sudah ada untuk digabungkan menjadi satu kesatuan bukan pekerjaan mudah. Apalagi jika menjadi Omnibus Law pendidikan yang memut semua regulasi pendidikan yang ada sebelumnya untuk dihimpun menjadi satu produk undang-undang pendidikan yang secara umum diatur menyangkut persolan pendidikan yang ada di Indonesia.
Saat ini membaca sekilas RUU yang saya pahami yang sebelumnya sedikit mengulas tentang TPG dalam konten kompasiana maka dalam bahasan kali ada beberapa termin yang sedikit menjadi catatan yang perlu kita pelajari berkaitan dengan RUU Sisdiknas. Sehingga membaca singkat tentang RUU dapat pelan-pelan kita pahami sampai sejauh mana untuk paham dan mengerti. Serta sedikit mengeluarkan apa yang saya pahami dalam narasi saat ini.
Penyelerasan produk RUU SISDIKNAS yang dapat mengakomodir semua kepentingan pendidikan yang ada NKRI. Di dalam nomenklatur RUU SISDIKNAS akan mengakomodir semua perangkat produk yang berkaitan tentang pendidikan yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, dan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen dan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi.
Ketika mencermati produk RUU SISDIKNAS ada proses ketergasaan yang dilakukan oleh pemerintah untuk memasukan RUU SISDIKNAS ke dalam Program Legalasi Priorotas di tahun 2022 ini. Sehingga banyak pro dan kontra di tengah masyarakat terkait produk RUU Sisdiknas tersebut. Pro dan kontra bagi kalangan pendidik berkaitan dengan masalah TPG yang memang menyangkut hajat dan hidup kepentingan guru secara nasional. Padahal kalau kita cermati secara kasat mata ada beberapa nomenklatur yang di UU sebelumnya dijelaskan akan tetapi dalam RUU malah menghilang atau tidak ada seperti kata peserta didik diganti menjadi pelajar, diksi komite dewan pendidikan tidak ada dalam RUU yang baru.
Pergantian frase peserta didik menjadi frase pelajar menurut saya sedikit kurang pas. Saya mencoba mencari ke dalam pencarian frase peserta didik dan pelajar terutama dalam Wikipedia ditemuka Peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran pada jalur pendidikan baik pendidikan informal, pendidikan formal maupun pendidikan nonformal, pada jenjang pendidikan dan jenis pendidikan tertentu. Sedangkan Pelajar adalah istilah lain yang digunakan bagi peserta didik yang mengikuti pendidikan formal tingkat dasar maupun pendidikan formal tingkat menengah. Sedangkan kalau kita membaca keseluruhan tentang RUU Sisdiknas itu mengatur seluruh sistem jalur pendidikan yang ada di Indonesia mulai dari jalur formal, informal, dan non formal dijelaskan dalam RUU. Maka merujuk pengertian dari Wikipedia di atas kata peserta didik dapat memberikan semangat kebhinekaan yang ada dalam masyarakat.
Kemudian diksi komite yang menghilang dari RUU Sisdiknas
Kemudian mengenai diksi dan frase pendidikan dan tenaga kependidikan dalam RUU sudah mengakomidir secara istilah sangat membedakan keduanya. Sehingga dalam tataran operasional dalam mendefinisikan dapat mudah dipahami oleh masyarakat secara umum. Kemudian ruang dalam pemberian insentif dan tunjangan pun dapat mudah diberikan.
Di dalam Pasal 2 RUU SISDIKNAS Pendidikan nasional diselenggarakan berdasarkan Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Bhinneka Tunggal Ika. Dalam pemahaman sedikit rancunya ketika sudah menyebutkan dasar pendidikan Pancasila Dan UUD 1945 merupakan hal tertinggi dalam landasan pelaksanaan. Tanpa harus disebutkan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan bhineka tunggal ika dengan landasan Pancasila dan UUD 1945 sudah merupakan produk dan landasan yang tertinggi dalam perundangan secara legal formal dan di dalamnya ada muatan Diksi dan Frase NKRI, Bhineka Tunggal Ika.
Pada sisi yang lain muatan mengenai kurikulum dalam RUU Sisdiknas tentang muatan wajib sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a sampai dengan huruf c dituangkan dalam bentuk mata pelajaran wajib: a. Pendidikan agama; b. Pendidikan Pancasila; dan c. Bahasa Indonesia. Perlu ditambahkan frase mata pelajaran Sejarah Indonesia karena berkaitan dengan pembelajaran peneguhan sejarah kebangsaan kepada peserta didik.
Muatan pembelajaran sejarah menjadi sarana membangkitkan rasa nasionalisme dan kebangsaan selain dari mata pelajaran Pancasila. Sebagai bangsa yang besar bernama Indonesia lahir dari sebuah perjalanan sejarah yang panjang sudah seharusnya Sejarah Indonesia masuk ke dalam muatan pelajaran pelajaran wajib dalam RUU SISDIKNAS.