Mohon tunggu...
Inda Nugraha Hidayat
Inda Nugraha Hidayat Mohon Tunggu... Guru - Guru | MC | Penulis

Seorang MC yang suka Menulis Puisi, Prosa, Drama, dll, dalam bahasa Sunda dan Indonesia, di sela kesibukannya mengajar di sebuah SMK Swasta.

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Sepuisi Ini Aku Padamu, Kasuari

3 Mei 2019   12:37 Diperbarui: 3 Mei 2019   12:38 32
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ketika hujan tak lagi gerimis, diam-diam aku melukis rindu
sesuatu yang tak pernah kuakui dengan berani.
Aku ingat, suatu hari kau pernah membawaku terbang,
"Aku ingin seperti puisi," katamu, "selalu mewarnai makna."
Tapi aku terlalu pengecut untuk menulis namaku,
pada setiap puisi yang kukirim ke pelataran mimpimu.
Juga ketika kau tangkap satu dari ribuan puisi yang mengurungmu,
puisiku masih tanpa nama, terkepal erat di genggamanmu.
Dan aku masih di sini, seperti kemarin dan hari-hari lainnya,
aku masih menulis baris demi baris puisi yang tak pernah sepi dari namamu.
Nama yang sangat sederhana namun begitu jauh menyelusup dalam ingatanku.
Dan kuakui, tanpa setahumu aku telah jatuh cinta.
Sekian lama aku jatuh cinta pada senyummu,
binar mentari ketika pagi berkabut, di suatu musim yang mengigilkan hasrat,
yang mengalirkan hangat di urat darahku.
Sekian lama, setiap hari, dari pagi hingga malam larut menuju janari,
aku puisikan namamu. Tetapi cinta bukan sekedar puisi
atau teka-teki tanpa solusi. Semua serba misteri.
Juga bukan orasi politik yang puitis dari para pengobral janji
yang selalu haus akan kekuasaan. Bukankan cinta tak harus menguasa?
Kerna kita sama tahu, kekuasaan seringkali menyiksa.
Dan itu bukan inginku.
Ya, aku hanya ingin mencintaimu.
Aku ingin mencintaimu dengan cara sederhana.
Sesederhana rona bahagia di wajah polos bocah-bocah sepulang sekolah.
Sesederhana malam purnama tanpa kerlip gemintang.
Sesederhana binar senyum mataharimu.
Kerna cinta bukan segagang kembang ros atau sebatang cokelat putih,
yang laku keras setiap pertengahan bulan Pebruari, ketika semua orang mendadak romantis.
Juga bukan kekonyolan Romeo dan Juliet yang mati sia-sia atas nama cinta.
Kerna cinta abadi itu bukan cinta sampai mati, melainkan cinta yang tak pernah mati.
Seperti sesuatu yang selalu hidup di kedalaman hatiku, di dalam puisi-puisi tanpa namaku.
Barangkali itulah cintaku, Kasuari, sesuatu yang tak pernah akan kau ketahui.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun