Sesampainya dihadapan Mbok Ningsih, Agnesh menyalimi tangannya dan mengajak Mbok Ningsih untuk masuk ke dalam. Mbok Ningsih pun dengan senang hati menerima tawaran Agnesh, dia juga sangat merindukan gadis ini, gadis yang kerap mendapatkan siksaan dari Ayahnya.
"Mbok belum jawab pertanyaannya Agnesh nih, Mbok mau kemana?" tanya Agnesh sekali lagi dengan candaan yang jarang sekali dapat orang temui.
Mbok tersenyum. "Ndak mau kemana-mana Nduk, cuma lihat-lihat sekitar aja. Eh ndak tahunya malah ketemu Nduk Agnesh disini," sahutnya dengan senyum yang mengembang.
Melihat senyum dari Si Mbok membuat mata Agnesh berkaca-kaca. "Mbok, Agnesh mau peluk Mbok, boleh?"
Mbok yang awalnya menghadap ke arah jendela, seketika langsung membalikkan badannya. Terkejut tentunya, melihat Agnesh yang seperti sedang mati-matian menahan air mata agar tak jatuh. Mbok manganggukkan kepalanya tanpa ragu, membuat Agnesh beranjak dengan segera dan merengkuh tubuh perempuan itu dengan erat.
Tumpah sudah air mata yang sedari tadi Agnesh tahan, pelukan ini, pelukan yang sudah lama tak dia jumpai. Pelukan yang dulu selalu menjadi rebutan antara dirinya dan Aurel. Pelukan yang selalu menjadi penenang saat dirinya resah.
"MBOK," teriak Agnesh dan Aurel dari kejauhan saat melihat Mbok Ningsih sedang menyapu halaman.
Mbok Ningsih yang melihat itu segera meletakkan sapunya, beralih merentangkan tangannya untuk menyambut Agnesh dan Aurel yang baru berusia 10 tahun waktu itu.
GREP
Agnesh lebih dulu memeluk Si Mbok, membuat Aurel yang berada di belakangnya mengerucutkan bibirnya. "Wleee, duluan aku wleee," ejek Agnesh pada Aurel dengan menjulurkan lidahnya.
Aurel yang melihat itu semakin kesal dan mulai beraksi untuk menjauhkan tubuh Agnesh dari Si Mbok. "Gantian dong Agnesh, kan aku juga mau peluk Mbok," ujar Aurel dengan raut kesalnya.